Sumber: NDTV | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali menjadi sorotan setelah mengklaim bahwa dirinya telah menghentikan delapan perang hanya dalam delapan bulan masa pemerintahannya, dan karenanya layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian.
“Saya rasa tidak ada presiden lain yang pernah menghentikan satu perang pun. Saya menghentikan delapan perang dalam delapan bulan. Apakah saya mendapat Nobel? Tidak. Tapi saya yakin tahun depan akan lebih baik. Yang penting, saya mungkin telah menyelamatkan ratusan juta nyawa,” ujar Trump di Gedung Putih.
Klaim tersebut muncul tak lama setelah Trump kembali gagal meraih Nobel Perdamaian, yang tahun ini dianugerahkan kepada Maria Corina Machado, politisi dan aktivis oposisi asal Venezuela.
Perang, Trump, dan Realitas di Lapangan
Ini bukan kali pertama Trump mengklaim dirinya berperan dalam mengakhiri berbagai konflik global. Namun, sejauh mana kebenaran dari pernyataan tersebut?
Selama masa jabatan keduanya, pemerintahan Trump memang dapat mengklaim sejumlah keberhasilan diplomatik. Salah satu yang paling menonjol adalah kesepakatan damai antara Israel dan Hamas yang mengakhiri konflik dua tahun di Gaza.
Baca Juga: Produsen Pisau Legendaris Swiss Army Knife Terpukul Dampak Tarif Perdagangan Trump
Sebagai sekutu utama Israel, AS memainkan peran penting dalam menghentikan kekerasan yang oleh PBB disebut sebagai genosida, serta memfasilitasi pertukaran tahanan dan pembebasan sandera.
Trump juga disebut berperan dalam mengakhiri konflik singkat selama 12 hari antara Israel dan Iran pada bulan Juni lalu, setelah AS melakukan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran yang kemudian diikuti dengan kesepakatan gencatan senjata.
Di Asia Tenggara, Trump dikreditkan oleh pejabat Kamboja dan Thailand karena membantu mengakhiri perselisihan perbatasan antara kedua negara pada awal musim panas tahun ini.
Selain itu, Trump turut menjadi mediator dalam konflik Azerbaijan–Armenia, dengan kedua pemimpin negara menandatangani perjanjian awal damai di Washington pada Agustus. Namun, perjanjian final hingga kini belum disepakati.
Klaim yang Masih Diperdebatkan
Beberapa klaim Trump lainnya lebih sulit diverifikasi. Awal tahun ini, Trump menyatakan dirinya berperan dalam gencatan senjata antara India dan Pakistan.
Pemerintah India segera membantah klaim tersebut, menyebut bahwa kesepakatan itu dicapai melalui pembicaraan bilateral internal. Namun, Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif justru memuji peran Trump dan beberapa kali mendorong agar Trump dianugerahi Nobel Perdamaian.
Baca Juga: Shutdown Bisa Rugikan Ekonomi AS hingga US$15 Miliar per Minggu
Sementara itu, di Republik Demokratik Kongo, AS memang memfasilitasi kesepakatan damai antara Kongo dan Rwanda, tetapi kelompok pemberontak utama tidak ikut menandatangani, sehingga pertempuran masih berlanjut hingga kini.
Sedangkan sengketa antara Mesir dan Ethiopia terkait proyek bendungan raksasa di Sungai Nil lebih bersifat diplomatik dan ekonomi, bukan konflik militer yang memenuhi kriteria “perang”.
Antara Diplomasi dan Eksagerasi
Meski beberapa upaya diplomatik pemerintahan Trump patut diakui telah berkontribusi dalam de-eskalasi sejumlah konflik global, klaim bahwa ia telah “menghentikan delapan perang” tampak terlalu dilebih-lebihkan.
Banyak dari konflik tersebut belum benar-benar berakhir, bahkan sebagian masih dalam tahap gencatan senjata rapuh. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pendekatan diplomasi agresif Trump—baik melalui tekanan ekonomi, ancaman militer, maupun negosiasi langsung—telah mengubah dinamika geopolitik global.