kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.470.000   6.000   0,24%
  • USD/IDR 16.705   1,00   0,01%
  • IDX 8.677   -9,12   -0,11%
  • KOMPAS100 1.190   -4,09   -0,34%
  • LQ45 853   -1,76   -0,21%
  • ISSI 310   0,09   0,03%
  • IDX30 438   -0,40   -0,09%
  • IDXHIDIV20 507   1,46   0,29%
  • IDX80 133   -0,28   -0,21%
  • IDXV30 138   -0,11   -0,08%
  • IDXQ30 139   0,30   0,22%

Tur Asia Trump, Disambut Bak Raja dan Ditantang Xi Jinping di Akhir Perjalanan


Jumat, 31 Oktober 2025 / 10:37 WIB
Tur Asia Trump, Disambut Bak Raja dan Ditantang Xi Jinping di Akhir Perjalanan
Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berbincang saat meninggalkan Bandara Internasional Gimhae setelah pertemuan bilateral, di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), di Busan, Korea Selatan, 30 Oktober 2025. REUTERS/Evelyn Hockstein


Sumber: BBC | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perjalanan lima hari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke Asia Timur menampilkan dua wajah kekuasaan: pesona pribadi yang dielu-elukan di satu sisi, dan batas-batas pengaruhnya di sisi lain. 

Dalam tur yang membawanya ke Malaysia, Jepang, Korea Selatan, hingga berakhir dengan pertemuan menegangkan bersama Presiden China Xi Jinping, Trump menunjukkan gaya diplomasi yang khas, penuh simbol, negosiasi keras, dan permainan kekuatan ekonomi.

Selama empat hari pertama, Trump disambut bak raja. Di Malaysia, ia mengamankan akses terhadap mineral penting dan mendorong penyelesaian perjanjian dagang dengan negara-negara Asia Tenggara. 

Baca Juga: Perang Dagang Masih Membara, Trump Coba Redam Ketegangan dengan Xi Jinping di Busan

Ia bahkan menjadi saksi penandatanganan kesepakatan perdamaian antara Thailand dan Kamboja, jenis pencapaian yang kerap dibanggakan Trump.

Di Jepang, sambutan untuk Trump semakin megah. Tokyo Tower bersinar dalam warna merah, putih, dan biru dengan puncak berlapis emas, khas gaya Trump. 

Perdana Menteri baru, Sanai Takaichi, mengumumkan investasi Jepang senilai US$ 550 miliar di Amerika Serikat dan menghadiahkan 250 pohon sakura untuk perayaan ulang tahun ke-250 AS. 

Ia juga menyerahkan tongkat golf milik mendiang Shinzo Abe, simbol kedekatan yang pernah terjalin antara Abe dan Trump. Tak ketinggalan, Takaichi turut menominasikan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Di Korea Selatan, sambutannya nyaris menyerupai penobatan. Artileri menyalakan tembakan kehormatan 21 kali, sementara band militer memainkan Hail to the Chief dan lagu YMCA, yang identik dengan kampanye Trump. 

Baca Juga: Trump Akan Bertemu Presiden China Xi Jinping Bulan Depan, Bahas Masalah Ini

Presiden Lee Jae Myung menganugerahkan medali tertinggi negaranya dan replika mahkota dinasti kuno Korea. 

Saat jamuan makan siang, Trump disuguhi Peacemaker’s Dessert berupa brownies berlapis emas, diikuti makan malam bersama enam pemimpin dunia dalam rangka KTT APEC.

Namun di balik kemegahan itu, ada transaksi besar yang menyertainya. Trump meminta “upeti” sebesar US$ 200 miliar atau US$ 20 miliar per tahun dari Korea Selatan, yang akan diinvestasikan sesuai arahan pemerintah AS. Sebagai imbalannya, tarif ekspor Korea ke AS turun dari 25% menjadi 15%.

Puncak tur terjadi di Busan, saat Trump bertemu Xi Jinping. Tidak ada parade, tidak ada menu mewah, hanya meja panjang putih di ruang militer sederhana dekat landasan bandara. 

Pertemuan ini menandai pertemuan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, dan suasananya jauh lebih tegang dibanding hari-hari sebelumnya.

Baca Juga: Xi Jinping Tiba di Moskow, Beri Dukungan Penuh untuk Putin

Trump datang dengan ancaman kenaikan tarif terhadap ekspor China, menekan Beijing agar membuka pasarnya dan mengendalikan bahan kimia untuk produksi fentanyl. 

Namun berbeda dengan negara lain yang memilih kompromi, China membalas dengan langkah-langkah balasan: menghentikan impor produk pertanian AS dan mengancam menahan pasokan mineral penting yang vital bagi industri teknologi dunia.

Meski begitu, pertemuan tersebut menghasilkan sinyal positif. Kedua pihak sepakat menurunkan ketegangan: AS mengurangi tarif, sementara China membuka kembali akses terhadap mineral penting, melanjutkan impor produk pertanian, serta meningkatkan pembelian minyak dan gas dari AS.

Meski belum menghasilkan terobosan besar, kesepakatan itu menunjukkan pengakuan bahwa situasi sebelumnya tidak bisa dipertahankan. Xi sendiri mengakui, “Adalah hal yang normal bagi dua ekonomi terbesar dunia untuk sesekali mengalami friksi.”

Baca Juga: Percakapan Bocor: Putin dan Xi Jinping Bahas Umur Manusia Bisa Capai 150 Tahun

Namun di balik pernyataan diplomatis itu, ketegangan jangka panjang tampak tak terelakkan. 

China semakin percaya diri memperluas pengaruhnya secara global, sementara Trump berusaha menata ulang prioritas luar negeri AS dengan mengandalkan kekuatan ekonomi untuk menekan sekutu maupun pesaing.

Bagi negara-negara seperti Jepang dan Korea Selatan, strategi baru ini menghadirkan dilema. Mereka berusaha menjaga hubungan dengan AS sembari membuka ruang komunikasi dengan China, sebuah keseimbangan yang semakin sulit dipertahankan.

Baca Juga: Trump Pilih Diam di Hadapan Xi Jinping Soal Isu Taiwan, AS Mundur Teratur?

Dan ketika Trump meninggalkan Korea dengan penghormatan bak raja, Xi Jinping justru tiba di negara itu, menerima sambutan diplomatik serupa. Bedanya, Xi memilih hadir penuh dalam pertemuan para pemimpin APEC, forum yang justru dilewati Trump.

Trump mungkin pulang dengan membawa hasil yang ia inginkan.

Tapi, seperti lirik lagu You Can’t Always Get What You Want dari Rolling Stones yang dulu sering ia putar di kampanyenya, belum tentu Amerika mendapatkan apa yang sebenarnya dibutuhkan.




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×