Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Tensi perang dagang yang kian memanas membuat perusahaan manufaktur di China memutar strategi. Hal ini sudah jauh hari dilakukan oleh Eclat Textile Co, perusahaan pakaian olahraga untuk pemain raksasa seperti Nike dan Lululemon Athletica keluar dari China pada tahun 2016 lantaran kondisi yang dinilai sudah tidak ideal untuk produsen.
Sebagai gantinya, perusahaan tersebut kini melakukan produksi massal di Vietnam.
Meski begitu, Eclat merasa kondisi saat ini sudah kembali rentan dan perlu bergerak untuk bergeser dari Vietnam.
"Melihat situasi global, hal terpenting saat ini adalah diversifikasi," ujar Pemimpin Perusahaan, Hung Cheng-hai dalam sebuah wawancara yang dimuat Bloomberg, Senin (15/7).
Ia menambahkan, saat ini kliennya juga telah meminta pihaknya untuk mendiversifikasi risiko dan tidak ingin basis produksi berada di satu negara. Sebab, saat ini sebanyak 50% produk Eclat dibuat di Vietnam, hal ini dinilai belum cukup beragam menurut Hung Cheng-hai.
Ketegangan perang dagang yang meningkat antara Amerika Serikat (AS) dan China memang mengganggu rantai pasok secara global. Hal ini memaksa perusahaan untuk memindahkan produksi dari negara asia ke negara-negara lain seperti Taiwan, Vietnam dan Bangladesh.
Namun, Presiden AS Donald Trump belakangan ini cukup keras menyerang Vietnam dan menyebut negara tersebut sebagai pelanggar perdagangan terbesar.
Akibatnya, Trump menaikkan bea impor lebih tinggi untuk produk baja. Pelaku usaha menyadari saat ini tidak ada negara yang cukup kuat untuk bertindak sebagai pusat pasokan global.
Eclat saat ini mencari untuk mendirikan beberapa pabrik kecil dalam skala regional agar lebih lincah dalam melayani klien. Produsen tekstil ini tidak berniat untuk menambah pabrik atau berekspansi di Vietnam dalam tiga tahun ke depan menurut Hung.
Sebaliknya, Eclat justru akan berinvestasi di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia atau Kamboja. Ia memproyeksikan akan berinvestasi sekitar US$ 80 untuk mendirikan 120 jalur produksi di wilayah tersebut. Keputusan ini bakal diambil oleh jajaran manajemen perusahaan pada akhir tahun 2019.
Berkat pemberitaan ini, saham Eclat melompat 3,5% pada hari Senin (15/7), menjadi yang terbesar dalam lebih dari dua bulan terakhir serta melampaui kenaikan 0,5% dalam indeks saham gabungan Taiwan, Taiex.
Helen Chien, analis Daiwa yang berbasis di Taipei menyatakan Eclat sudah selangkah lebih maju dibanding pesaingnya dalam hal diversifikasi. Praktis memberikan keunggulan dari segi rantai pasokan dan baik untuk kinerja jangka panjang perusahaan.
Pasalnya, walau AS dan china kembali berunding perang dagang, ada kemungkinan saat ini ketergantungan perusahaan global kepada China sebagai tempat produksi akan berubah secara permanen.