Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - KAIRO/YERUSALEM. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pada hari Selasa (11/2/2025) bahwa gencatan senjata di Gaza akan berakhir dan militer akan melanjutkan pertempuran melawan Hamas hingga dikalahkan jika kelompok militan Palestina itu tidak membebaskan sandera pada tengah hari Sabtu (15/2/2025).
Melansir Reuters, menyusul ultimatum Netanyahu, Hamas mengeluarkan pernyataan yang memperbarui komitmennya terhadap gencatan senjata dan menuduh Israel membahayakan gencatan senjata.
Pengumuman Israel itu muncul setelah Netanyahu bertemu dengan beberapa menteri utama, termasuk pertahanan, urusan luar negeri, dan keamanan nasional, yang katanya memberikan dukungan penuh mereka terhadap ultimatum tersebut.
Setelah hampir 16 bulan berperang, Hamas secara bertahap telah membebaskan sandera sejak fase pertama gencatan senjata dimulai pada 19 Januari, tetapi pada hari Senin mengatakan tidak akan membebaskan lagi sampai ada pemberitahuan lebih lanjut atas tuduhan Israel melanggar kesepakatan.
"Jika Hamas tidak mengembalikan sandera kami pada Sabtu siang - gencatan senjata akan berakhir dan IDF (militer) akan kembali bertempur sengit sampai Hamas akhirnya dikalahkan," kata Netanyahu.
Baca Juga: Trump Ancam Hamas: Bebaskan Semua Sandera Sabtu Siang atau ‘Biarkan Neraka Pecah’
Tidak segera jelas apakah Netanyahu bermaksud Hamas harus membebaskan semua sandera yang ditahan di Gaza atau hanya tiga yang diharapkan akan dibebaskan pada hari Sabtu berdasarkan gencatan senjata.
Kantornya tidak segera menanggapi permintaan Reuters yang meminta komentar atas pernyataan perdana menteri tersebut.
Presiden AS Donald Trump, sekutu dekat Israel, mengatakan bahwa Hamas harus membebaskan semua sandera paling lambat Sabtu.
Perdana menteri juga mengatakan bahwa ia telah memerintahkan militer untuk mengumpulkan pasukan di dalam dan sekitar Gaza. Militer mengumumkan segera setelah itu bahwa mereka akan mengerahkan pasukan tambahan ke selatan Israel termasuk mobilisasi pasukan cadangan.
Seorang pejabat Hamas sebelumnya mengatakan bahwa sandera Israel hanya dapat dibawa pulang jika gencatan senjata dihormati.
Dia menepis "bahasa ancaman" setelah Trump mengatakan ia akan membiarkan kekacauan terjadi jika mereka tidak dibebaskan.
"Trump harus ingat bahwa ada kesepakatan yang harus dihormati oleh kedua belah pihak, dan ini adalah satu-satunya cara untuk membawa kembali para tahanan (Israel)," kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
Hamas mengatakan Israel telah melanggar gencatan senjata dengan beberapa penembakan mematikan serta dengan menahan beberapa pengiriman bantuan dan menghalangi kembalinya warga Gaza ke wilayah utara jalur tersebut.
Israel membantah menahan bantuan dan mengatakan telah menembaki orang-orang yang mengabaikan peringatan untuk tidak mendekati pasukan Israel.
Baca Juga: Donald Trump Sebut Warga Palestina Tak Punya Hak untuk Kembali ke Gaza
Sejauh ini, 16 dari 33 sandera telah dibebaskan sebagai bagian dari fase pertama kesepakatan gencatan senjata yang akan berlangsung selama 42 hari. Lima sandera Thailand juga dibebaskan dalam pembebasan yang tidak dijadwalkan.
Sebagai gantinya, Israel telah membebaskan ratusan tahanan dan narapidana Palestina, termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup karena serangan mematikan dan tahanan lainnya yang ditahan selama perang dan ditahan tanpa dakwaan.
Sebuah kelompok Israel yang mewakili keluarga sandera mendesak Netanyahu untuk tetap berpegang pada perjanjian gencatan senjata.
"Kita tidak boleh mundur. Kita tidak bisa membiarkan para sandera terbuang dalam penahanan," kata forum sandera.
Tonton: Trump: Israel akan Serahkan Gaza Pasca Perang Berakhir, Pasukan AS Tak Diperlukan
Ada 76 sandera yang masih ditahan di Gaza, lebih dari 35 di antaranya diyakini telah meninggal, menurut media Israel.