Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Gucci, Chloe, dan Loewe mendapatkan denda dengan nilai total sebesar 157 juta euro setara US$ 182 juta oleh pengawas antimonopoli Uni Eropa. Denda tersebut diberikan karena ketiga brand mewah tersebut dianggap mengatur harga jual kembali mitra ritel mereka.
Dari total denda sebesar 157 juta euro, Gucci, yang dimiliki Kering, mendapatkan denda tersebsar dengan nilai mencapai 119,7 juta euro. Disusul Chloé yang mendapatkan denda 19,7 juta euro, dan Loewe didenda sebesar 18 juta euro.
"Ketiga perusahaan mode tersebut mengganggu strategi komersial peritel mereka dengan memberlakukan pembatasan, seperti mewajibkan mereka untuk tidak menyimpang dari harga eceran yang direkomendasikan; tingkat diskon maksimum; dan periode penjualan tertentu," kata Komisi Eropa dalam sebuah pernyataan pada Selasa (14/10/2025).
Kering mengatakan, penyelidikan Uni Eropa telah diselesaikan setelah prosedur kerja sama dengan Gucci dan kerugian finansial telah dianggarkan dalam laporan keuangan semester pertama grup tersebut untuk tahun 2025.
Baca Juga: Uni Eropa Pangkas Kuota Impor Baja Hampir 50%, Lindungi Industri Domestik
Sementara itu, Loewe yang dimiliki LVMH, juga mengonfirmasi kesepakatan dengan Uni Eropa dan berjanji untuk beroperasi "dengan mematuhi undang-undang antimonopoli secara ketat". LVMH dijadwalkan melaporkan penjualan kuartal ketiga nanti.
Sedangkan Chloe, yang dimiliki oleh Richemont, mengatakan bahwa mereka menangani masalah ini "dengan sangat serius" dan telah meningkatkan langkah-langkah untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum persaingan sejak penyelidikan, yang dimulai pada tahun 2023.
Praktik-praktik tersebut merampas independensi penetapan harga bagi para peritel dan mengurangi persaingan, sekaligus melindungi saluran penjualan merek-merek tersebut dari persaingan peritel, kata Komisi.
Baca Juga: Harta Beku Rusia Jadi Senjata Finansial Baru Barat
Merek-merek termasuk Armani, Dior, Loro Piana, dan baru-baru ini Tod's juga mendapat tekanan dari otoritas Italia terkait dugaan penyalahgunaan tenaga kerja dalam rantai pasokan.
Sementara itu, pelanggaran data klien yang dilindungi baru-baru ini di beberapa perusahaan telah menambah masalah regulasi yang dihadapi sektor ini.