Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Hanya saja, kebijakan itu membuat wisatawan enggan untuk datang.
"Ketika saya mendengar bahwa saya harus membayar untuk masuk ke kota hanya untuk melihat gedung-gedung di jalan-jalan, saya keberatan," kata Marc Schieber, warga negara Jerman di Venesia yang hadir untuk festival film saat ini.
"Saya berpikir ini mungkin cara baru untuk menghasilkan uang," tambahnya.
Brugnaro mengatakan, pihak berwenang belum memutuskan berapa banyak orang yang akan diizinkan untuk masuk dan kapan aturan baru mulai berlaku. Akan tetapi, diprediksi, kebijakan tersebut mulai berlaku antara musim panas mendatang dan 2023.
Skema yang pertama kali diperdebatkan pada 2019, ditunda karena Covid-19. Selama penguncian tahun lalu, warga Venesia disuguhi pemandangan gang-gang sempit kota mereka yang sepi dari kerumunan turis. Selain itu, perairan laguna tampak bersih karena tidak ada perahu motor yang lalu lalang.
Baca Juga: Suga Mendukung Menteri Vaksinasi, Abe Menjagokan Mantan Menteri Dalam Negeri
Tetapi ketika pengunjung kembali memadati Lapangan St Mark musim panas ini, para pejabat mengatakan Venesia tidak mampu untuk membiarkan jumlah wisatawan kembali tidak terkendali.
Melansir Reuters, sekitar 193.000 orang tampak memadati pusat bersejarah dalam satu hari selama Karnaval 2019, sebelum pandemi melanda. Pada 4 Agustus tahun ini, jumlah orang yang memadati kota tersebut hanya mencapai 148.000. Perbedaan jumlah ini dipicu oleh fakta bahwa banyak pelancong AS dan Asia masih belum kembali ke Eropa.
Baca Juga: Kim Jong Un akui pandemi dunia semakin di luar kendali
"Ada batasan fisik pada jumlah orang yang dapat berada di kota pada saat yang sama," kata Marco Bettini, direktur jenderal Venis, perusahaan IT yang membangun sistem pemantauan dalam kemitraan dengan operator telepon TIM.