Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
Xi menggambarkan Perang Dunia II sebagai titik balik penting dalam “kebangkitan besar bangsa China,” dari masa penghinaan akibat invasi Jepang hingga menjadi kekuatan ekonomi dan geopolitik.
Awal pekan ini, Xi juga memaparkan visinya mengenai tatanan global baru dalam KTT keamanan regional, dengan menyerukan persatuan melawan “hegemoni dan politik kekuasaan,” sindiran terselubung terhadap AS.
“Xi percaya kini China berada di posisi pengemudi,” ujar Wen-Ti Sung, peneliti di Atlantic Council Global China Hub di Taiwan. “Ketidakpastian global lebih banyak disebabkan oleh kebijakan sepihak Trump ketimbang diplomasi keras China.”
Baca Juga: Kim Jong-un Resmikan Wonsan Kalma, Resor Pantai Mewah Terbaru Korea Utara
Pengamat menilai parade ini juga memberi sinyal potensi penguatan kerja sama pertahanan antara China, Rusia, dan Korea Utara.
Hal itu menyusul perjanjian pertahanan Moskow-Pyongyang pada Juni 2024 dan kemungkinan persekutuan serupa antara Beijing dan Pyongyang. Perkembangan ini dinilai dapat mengubah keseimbangan militer di kawasan Asia-Pasifik.
Putin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menandatangani kesepakatan energi baru dengan China. Bagi Kim, ajang ini menjadi panggung untuk memperoleh dukungan tersirat bagi program senjata nuklirnya yang dilarang.
Kim juga mencatat sejarah sebagai pemimpin Korea Utara pertama dalam 66 tahun yang menghadiri parade militer di China. Ia datang bersama putrinya, Ju Ae, yang diyakini intelijen Korea Selatan sebagai calon penerusnya, meski tidak terlihat di parade.
Modernisasi Militer di Balik Pembersihan Internal
Selama dua tahun terakhir, lebih dari selusin jenderal—termasuk yang dekat dengan Xi dicopot dalam pembersihan korupsi di tubuh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Baca Juga: Kenapa Kim Jong Un Lebih Suka Naik Kereta Daripada Pesawat? Ini Alasannya
“Parade ini memungkinkan Xi menyoroti kemajuan besar modernisasi persenjataan militer, sekaligus menutupi tantangan internal, terutama pembersihan pejabat tinggi yang masih berlangsung,” kata Jon Czin, analis kebijakan luar negeri di Brookings Institution, Amerika Serikat.
Persiapan parade dilakukan dengan sangat ketat. Jalan-jalan utama dan sekolah di Beijing ditutup, latihan dilakukan tengah malam, dan pengamanan diperketat selama berminggu-minggu.
Pemerintah daerah di seluruh China mengerahkan puluhan ribu relawan dan anggota Partai Komunis untuk mengawasi potensi gangguan.