Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Presiden Joko Widodo untuk pertama kalinya menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB. Pidato disampaikan secara virtual seiring dengan kondisi pandemi yang tengah melanda global.
Melansir kanal YouTube Sekretariat Presiden yang ditayangkan Rabu (23/9/2020) pagi, Jokowi memulai pidatonya dengan mengingatkan apa tujuan didirikannya PBB pada 75 tahun yang lalu.
"75 tahun yang lalu PBB dibentuk agar perang besar, Perang Dunia II, tidak terulang kembali. 75 tahun yang lalu PBB dibentuk agar dunia bisa lebih damai, stabil, dan sejahtera," jelas Jokowi dikutip Kontan.co.id, Rabu (23/9/2020).
Selain Presiden Jokowi, grup idol BTS akan menjadi salah satu pembicara istimewa pada Sidang Majelis Umum ke-75 PBB. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (22/9/2020), kepastian BTS jadi pembicara tersebut diumumkan oleh Unicef Korea.
“Pesan tentang harapan dari BTS akan disebarkan ke seluruh dunia pada pertemuan tingkat tinggi dari Group of Friends of Solidarity for Global Health Security pada 23 September pukul 10 malam waktu Korea,” kata organisasi itu melalui keterangan resmi. BTS diundang menjadi pembicara oleh Group of Friends of Solidarity for Global Health Security untuk membicarakan kesulitan yang dihadapi generasi mendatang karena Covid-19.
Baca Juga: Jokowi minta semua negara dapat akses vaksin Covid-19 di PBB
Sejarah PBB
PBB adalah singkatan dari Perserikatan Bangsa-bangsa. Dikutip dari laman resmi Kementerian Luar Negeri, PBB didirikan di San Francisco, Amerika Serikat pada 24 Oktober 1945 setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Namun, Sidang Majelis Umum yang pertama baru diselenggarakan pada 10 Januari 1946 di Church House, London yang dihadiri oleh wakil-wakil dari 51 negara.
Saat ini terdapat 192 negara yang menjadi anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam PBB menyatakan independensinya masing-masing.
Sejak didirikan pada tahun 1945, negara-negara anggota PBB berkomitmen penuh untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan persahabatan antar negara, mempromosikan pembangunan sosial, peningkatan standar kehidupan yang layak, dan Hak Azasi Manusia.
Baca Juga: 3 Pemikiran Jokowi untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa
Keterikatan sejarah antara Indonesia dengan PBB
Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950 dengan suara bulat dari para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar.
Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan.
Sejak tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, dan mandiri. Oleh sebab itu, banyak negara yang mendaulat Indonesia sebagai “truly a child” dari PBB.
Hal ini lantaran peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB.
Baca Juga: Di Sidang Umum PBB, Jokowi: Dunia yang kita impikan belum tercapai
Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.
Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap RI yang pertama di PBB. Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1947.
Duta Besar Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan walaupun pada saat itu beliau hanya sebagai "peninjau" di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota pada saat itu.
Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji bahwa Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya hingga tahun 1953.