Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MANILA. Pada Senin (11/12/2023), Filipina menggambarkan aksi dari kapal-kapal China terhadap kapal-kapal Filipina yang melakukan misi pasokan pasokan di Laut China Selatan selama akhir pekan sebagai "eskalasi serius".
Mengutip Reuters, dalam serangkaian konfrontasi terbaru, Manila menuduh kapal penjaga pantai dan milisi maritim China berulang kali menembakkan meriam air ke kapal pasokan mereka dan dengan sengaja menabrakkan kapal lain di dekat Second Thomas Shoal.
Dalam beberapa tahun terakhir, Manila dan Beijing terlibat dalam konfrontasi di Second Thomas Shoal.
Pemicu utamanya adalah aksi China yang menjadi lebih tegas dalam menuntut klaim maritimnya.
Tindakan tersebut membuat khawatir negara-negara tetangga yang bersinggungan di wilayah itu dan negara-negara lain yang beroperasi di Laut China Selatan, termasuk Amerika Serikat.
China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan. Klaimnya itu merujuk pada garis di petanya yang memotong zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia.
Taiwan, yang juga diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya, menegaskan pihaknya tidak menerima peta wilayah terbaru Beijing.
Baca Juga: Militer China Tuding Angkatan Laut AS Masuki Perairan Teritorialnya Secara Ilegal
Ini bukan pertama kalinya kapal penjaga pantai China menembakkan meriam air ke kapal Filipina.
Akan tetapi, insiden terbaru ini menyebabkan kerusakan mesin yang serius pada salah satu kapal pasokan sehingga kapal tersebut harus ditarik kembali ke pelabuhan sehingga tidak dapat menyelesaikan misinya.
Panglima militer Filipina berada di atas kapal lain yang juga ditembaki dengan meriam air dan ditabrak saat mengangkut makanan dan air untuk tentara Filipina yang tinggal di kapal angkatan laut yang sudah tua, BRP Sierra Madre.
Sierre Madre sengaja dikandangkan oleh Manila di Second Thomas Shoal pada tahun 1999 untuk menegaskan hak kedaulatannya atas atol yang terletak di ZEE Filipina.
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner, mengatakan dalam wawancara radio bahwa dia tidak terluka dan dia tidak yakin China mengetahui dia berada di kapal tersebut.
Baca Juga: ISIS Mengaku Bertanggung Jawab Atas Pemboman Mematikan di Filipina
Namun Manila telah memanggil duta besar Beijing dan mengajukan protes diplomatik atas apa yang mereka sebut sebagai tindakan “agresif” China yang merupakan ancaman terhadap perdamaian, ketertiban dan keamanan.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan pihaknya telah mengajukan pernyataan serius dan protes keras kepada pihak Filipina atas bentrokan yang mereka tuduhkan dilakukan oleh Manila. Beijing menuding Manila menyebarkan narasi palsu.
Alasan saling klaim
Upaya berulang kali yang dilakukan China untuk memblokade Second Thomas Shoal, yang terletak kurang dari 200 mil laut dari provinsi Palawan, Filipina, telah menjadikan terumbu karang yang tenggelam tersebut sebagai titik konflik antara Manila dan Beijing.
Pejabat Filipina dan pakar keamanan khawatir Beijing berencana mengambil alih perairan dangkal tersebut.
Tidak hanya itu, China dicemaskan akan memiliterisasi wilayah tersebut seperti yang terjadi di Mischief Reef, yang terletak hanya 25 mil dari perairan dangkal itu.
“Wilayah tersebut merupakan lokasi yang bagus untuk dijadikan pangkalan militer dan China mempunyai dana untuk mengubahnya menjadi pangkalan militer,” kata Jonathan Malaya, pejabat senior di Dewan Keamanan Nasional Filipina.
Dia menambahkan, “Itulah mengapa mereka menginginkannya.”
Baca Juga: China Minta Korea Selatan untuk Tidak Mempolitisasi Masalah Ekonomi
China terus mengerahkan kapal-kapal untuk berpatroli di sana. Tidak hanya itu, Beijing juga telah berulang kali meminta Filipina untuk menarik kapal tersebut berdasarkan apa yang disebutnya sebagai "janji" yang dibuat oleh Manila. Namun Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr membantah adanya perjanjian semacam itu.
"Jika memang ada kesepakatan seperti itu, dia akan membatalkannya," kata Marcos Jr.
Jay Batongbacal, pakar hukum maritim yang berbasis di Manila, mengatakan Second Thomas Shoal tidak hanya dekat dengan Filipina, namun juga dekat dengan jalur komunikasi laut yang melewati jalur Palawan. Ini menjadikannya perpanjangan ideal dari Mischief Reef.
Risiko jika konfrontasi terus berlanjut
Konfrontasi terbaru ini kemungkinan akan semakin memperburuk hubungan antara Filipina dan Beijing. Seperti yang diketahui, hubungan kedua negara yang semakin tegang di bawah pemerintahan Marcos.
Marcos menuduh China melakukan perilaku agresif. Di sisi lain, dia berupaya menjalin hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat.
Namun Justin Baquisal, Analis Keamanan Nasional di FACTS Asia, berpendapat bahwa hal ini tidak akan mempengaruhi bentuk hubungan tingkat tinggi China-Filipina secara keseluruhan.
Baca Juga: China: Filipina Sengaja Menimbulkan Kekacauan di Laut China Selatan
Pasalnya, kebanyakan konflik Laut China Selatan hanya terjadi di tingkat lapangan.
Para pejabat Filipina juga mengatakan bahwa perselisihan di Laut China Selatan bukanlah puncak dari hubungan negara tersebut dengan China, yang merupakan salah satu mitra dagang utama Filipina.
Marcos juga terus melakukan pembicaraan dengan mitranya dari China. Dan di sela-sela pertemuan puncak ekonomi di San Francisco bulan lalu, ia dan Presiden Xi bertemu untuk merumuskan langkah-langkah ke depan di Laut China Selatan.