Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa pejabat Amerika Serikat mengusulkan pengembangkan gelang kaki atau aplikasi pelacak pasien corona (Covid-19) secara massal. Namun pengembangan teknologi tersebut masih dilakukan secara sporadis selama beberapa minggu terakhir.
Rencana peluncuran aplikasi ini secara besar-besaran mesti ditahan karena memunculkan perdebatan antara pihak berwenang apakah pengoperasionalan alat tersebut berpotensi tidak melanggar hukum maupun perintah pengadilan.
Baca Juga: Lancarkan serangan besar-besaran lawan Biden, Trump habiskan US$ 10 juta
Misalnya saja, Hawai mempertimbangkan penggunaan gelang kaki atau aplikasi pelacak dari telepon pintar yang didukung GPS untuk memantau penumpang pesawat udara yang baru tiba.
Presiden Senat negara bagian Hawai Ronald Kouchi mengatakan, pihaknya khawatir terhadap pelancong yang mengabaikan aturan karantina selama 14 hari sehingga berpotensi membahayakan penduduk kepulauan itu.
Baca Juga: Negosiator perdagangan top AS-China mesra lewat telepon, ini yang dibahas
Namun rencana pelacakan para pelancong yang diilhami oleh teknologi buatan Korea Selatan ini menimbulkan kekhawatiran dari Amerika Serikat dari sisi kebijakan hukum. “Amerika adalah Amerika. Ada hak dan kebebasan tertentu,” kata Kouchi dilansir dari Reuters, Jumat (8/5).
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tertulis ke kantor jaksa agung, pusat informasi gabungan Covid-10 Hawaii mengatakan, bahwa berbagai ide yang sedang dievaluasi untuk melacak mereka yang berada di bawah karantina wajib.
Gagasan serupa telah dijalankan di beberapa negara bagian lain walaupun dalam skala yang jauh lebih kecil. Kepala Pelayanan Publik Kota Amy Hess mengatakan, tujuh orang yang melanggar peraturan karantina di Louisville, Kentucky diperintahkan pengadilan untuk mengenakan alat pelacak GPS yang diproduksi oleh Sistem SCRAM yang berbasis di Colorado.
Meskipun ia lebih suka tidak menggunakan alat tersebut, tapi hukum berhak menjatuhkan hukuman kurungan rumah demi melindungi kesehatan masyarakat.
"Kami tidak ingin mengambil kebebasan orang tetapi pada saat yang sama kami memiliki pandemi," katanya.
Di ibukota Virginia Barat, Charleston, pejabat Kanawha Mike Rutherford bahkan telah menyewa 10 gelang kaki untuk pemantauan lokasi tambahan dari GEO Group Inc.
Baca Juga: Ilmuwan: Kecil kemungkinan Covid-19 ditularkan melalui seks
Sementara itu, Presiden Shadowtrack Technologies Inc. Robert Magaletta, bilang perusahaan telah memasok hampir 250 klien di seluruh sistem peradilan.
Pihaknya telah menerima telepon dari pemerintah negara bagian dan lokal tentang menggunakan kembali alat ini demi penegakan kebijakan karantina. Meskipun mereka tidak mau menyebutkan nama para calon pembeli.
Kris Keyton, dari E-Cell yang berbasis di Arkansas, mengatakan dia baru-baru ini didekati oleh sebuah lembaga negara yang ingin menyesuaikan aplikasi pelacak tahanan corona untuk penegakan kebijakan karantina. Lembaga itu meminta perubahan kata klien dalam istilah E-Cell untuk menyebut tahanan menjadi kata pasien.
Baca Juga: Trump pertimbangkan lebih banyak tindakan untuk pemulihan ekonomi akibat virus corona
Industri ini memiliki dua cara utama untuk melacak para pelanggar karantina. Salah satunya adalah melalui gelang kaki, perangkat bertenaga baterai yang diikat ke kaki seseorang dan dipantau melalui GPS.
Yang lain adalah melalui aplikasi telepon pintar yang baik digunakan bersama dengan teknologi pengenalan wajah atau suara untuk memastikan itu melekat pada orang yang tepat atau, seperti halnya aplikasi yang dibuat oleh E-Cell, ditambatkan melalui Bluetooth ke gelang kebugaran bergaya tracker untuk memastikan itu tetap pada atau dekat orang itu untuk diikuti.
Versi aplikasi dan pergelangan tangan yang diaktifkan dengan kode QR sudah digunakan di Hong Kong untuk memberlakukan karantina pada wisatawan yang datang.
Baca Juga: Istri Bill Gates beri nilai D- kepada pemerintahan Trump dalam penanganan corona
Polandia menggunakan versi yang didukung teknologi pengenal wajah yang secara teratur meminta pengguna untuk mengunggah selfie untuk membuktikan bahwa mereka berada di dalam ruangan.
Pemerintah lain juga mempertimbangkan teknologi yang sama, kata Magaletta dari Shadowtrack. Ia mengatakan sedang melakukan pembicaraan dengan setengah lusin negara di Asia, Eropa, dan Amerika Latin.