Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pembicaraan pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan Donald Trump tentang decoupling atau pemisahan antara ekonomi negara yang dahulunya memiliki keterikatan kuat dengan China terus semakin merak.
Hal ini tentu bisa mengganggu ekonomi AS di tengah impor barang-barang AS di China yang terus meningkat, yang dibarengi dengan investasi dari perusahaan-perusahaan Amerika ke China terus bergerak.
Melansir artikel Reuters, Rabu (24/6) hal ini mengguncang sentimen pasar lantaran dapat menganggu ekonomi dunia. Penasihan perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menilai pasar Asia ketakutan dengan pasar ini, lantaran kebijakan ini bisa menjadi penanda bahwa kesepakatan perdagangan AS-China sudah berakhir. Dampaknya, saham berjangka AS menurun, dolar naik dan indeks volatilitas turut meningkat.
Baca Juga: AS kerahkan militer secara besar-besaran di Laut China Selatan, begini respons China
Namun, Navarro meralat pernyataannya pada Senin malam (22/6) lalu dan mengatakan bahwa Dia merujuk pada kurangnya kepercayaan pasar antara AS dan China atas wabah virus corona. Presiden Donald Trump juga dengan cepat menegaskan di akun Twitter-nya bahwa kesepakatan dagang masih berlaku.
Hal ini sejatinya merupakan tindak lanjut atas pernyataan Trump yang mengatakan pada pekan lalu bahwa pemisahan total dari China adalah sebuah pilihan. Pernyataan ini praktis bertentangan dengan komentar Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer yang mengatakan kepada para pemangku kebijakan bahwa decoupling tidak realistis dilakukan.
Kebijakan yang diambil Trump menjelang pemilihan ulang Presiden memang mengarahkan genderang perang ke pemerintah China. Gedung China menyalahkan Beijing atas penyebaran virus corona yang telah menawarkan lebih dari 120.000 warga Amerika, lebih banyak dari negara mana pun.
Tetapi, pihak Trump juga menegaskan bahwa AS sangat mampu untuk meninggalkan China sebagai pemasok terbesarnya, walau bertentangan dengan kenyataan di lapangan.
Sejatinya, saat ini perdagangan AS-China sedang meningkat, setelah virus corona menyebabkan penurunan besar tak lama setelah kesepakatan perdagangan ditandatangani pada Januari 2020.
Data menunjukkan, ekspor AS ke China naik menjadi US$ 8,6 miliar di bulan April, naik dari tren 10 tahun terakhir sekitar US$ 6,8 hingga Februari 2020, menurut data biro sensus AS. Impor dari China juga melonjak tembus hingga US$ 31,1 miliar per April lalu dari US$ 19,8 miliar di bulan baret, yang menandai total bulanan terendah dalam 11 tahun terakhir.
Data Departemen Pertanian AS menunjukkan ekspor kedelai ke China naik menjadi 423.891 metrik ton pada April, lebih dari dua kali lipat dari 208.505 ton yang diimpor pada bulan Maret.
Baca Juga: China: Militer AS kerahkan 375.000 tentara dan 60% kapal perang ke Asia Pasifik
Berkaca pada data ini, para pejabat AS termasuk Lighthizer dan Sekretaris Negara Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, baru-baru ini menegaskan komitmen China untuk memenuhi persyaratan perdagangan Fase 1, yang menyerukan China untuk meningkatkan pembelian pertanian AS dan barang-barang manufaktur, energi dan jasa sebesar US$ 200 miliar selama dua tahun.
Pompeo, ketika ditanya oleh oleh pembawa acara radio sindikasi Hugh Hewitt tentang prospek dingin baru malah mengatakan bahwa ekonomi AS sudah jauh lebih terintegrasi dengan China daripada dengan bekas Uni Soviet.
"Tantangan pertummbuhan ekonomi AS dan kemakmuran pada hari ini sangat terkait dengan ekonomi China," kata Pompei, menambahkan soal Trump yang bertekad melindungi kepentingan AS.