Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM. Menteri Pertahanan Israel memerintahkan militer untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan "keberangkatan sukarela" warga Gaza.
Perintah itu menyusul pengumuman mengejutkan Presiden Donald Trump bahwa Amerika Serikat (AS) berencana mengambil alih Gaza, merelokasi warga Palestina yang tinggal di sana, dan mengubah wilayah itu menjadi "Riviera di Timur Tengah."
"Saya menyambut baik rencana berani Presiden Trump. Warga Gaza seharusnya diberikan kebebasan untuk pergi dan beremigrasi, seperti yang menjadi norma di seluruh dunia," kata Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, seperti dikutip Channel 12 Israel pada Kamis (6/2).
Baca Juga: Kementerian Perdagangan China Sebut Tarif AS 'Keji' dan 'Unilateral'
Ketika ditanya negara mana yang akan menerima warga Palestina, Katz menyebut bahwa negara-negara yang menentang operasi militer Israel di Gaza seharusnya menampung mereka.
"Negara-negara seperti Spanyol, Irlandia, Norwegia, dan lainnya, yang telah melontarkan tuduhan palsu terhadap tindakan Israel di Gaza, secara hukum wajib mengizinkan warga Gaza masuk ke wilayah mereka," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa negara seperti Kanada, yang memiliki program imigrasi terstruktur, sebelumnya telah menyatakan kesediaan untuk menerima warga Gaza.
Rencana Trump yang kontroversial ini telah memicu kemarahan di Timur Tengah.
Di sisi lain, Israel dan kelompok Hamas bersiap untuk memulai pembicaraan tahap kedua terkait gencatan senjata sementara guna mengakhiri konflik yang telah berlangsung hampir 16 bulan di Gaza.
Menurut laporan Channel 12, rencana Katz akan mencakup opsi keluar melalui perlintasan darat, serta pengaturan khusus untuk keberangkatan melalui laut dan udara.
Baca Juga: Netanyahu Puji Rencana Trump yang Hendak Usir Warga Palestina dari Gaza
Kecaman Internasional
Trump mendapat kecaman pada Rabu (6/2) dari kekuatan dunia seperti Rusia, China, dan Jerman, yang menyatakan bahwa rencananya akan menciptakan "penderitaan dan kebencian baru."
Arab Saudi, sebagai kekuatan regional, secara tegas menolak proposal tersebut. Sementara Raja Yordania Abdullah—yang dijadwalkan bertemu Trump di Gedung Putih pekan depan—menegaskan bahwa ia menolak setiap upaya pencaplokan wilayah dan pengusiran warga Palestina.
Dalam unggahan di X (sebelumnya Twitter), Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan bahwa rencana Trump adalah bagian dari upaya Israel untuk "menghapus seluruh rakyat Palestina."
Baca Juga: Mantan Penasihat Trump Lontarkan Ide Radikal Ubah Gaza Jadi Destinasi Properti Mewah
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut usulan Trump sebagai "luar biasa" dan mendesak agar ide itu dieksplorasi lebih lanjut, meskipun ia tidak merinci apa yang sebenarnya ditawarkan Trump.
Netanyahu menambahkan bahwa ia tidak percaya Trump berencana mengirim pasukan AS untuk bertempur melawan Hamas di Gaza atau bahwa Washington akan membiayai upaya rekonstruksi wilayah tersebut.
"Ini adalah ide bagus pertama yang saya dengar," kata Netanyahu. "Ini ide luar biasa, dan saya pikir itu harus benar-benar diteliti, dieksplorasi, dan diwujudkan, karena saya yakin itu akan menciptakan masa depan yang berbeda bagi semua pihak."
Hamas, yang menguasai Gaza sebelum perang, mengecam proposal Trump sebagai sesuatu yang "konyol dan tidak masuk akal."
Sejak 25 Januari, Trump telah berulang kali menyarankan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke negara-negara Arab tetangga seperti Mesir dan Yordania—sebuah gagasan yang ditolak baik oleh negara-negara Arab maupun pemimpin Palestina.
Baca Juga: Tanggapi Trump, Saudi Tegaskan Tak akan Jalin Hubungan dengan Israel Tanpa Palestina
Ia juga belum memberikan rincian lebih lanjut tentang bagaimana AS akan mengambil alih Gaza.
Meskipun mendapatkan pembelaan dari para penasihatnya, Trump mundur dari beberapa elemen dalam rencananya setelah gelombang kecaman internasional.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengutuk gagasan Trump sebagai bentuk pembersihan etnis, terutama terkait usulan pemindahan permanen warga Palestina dan pengambilalihan Gaza oleh AS.
Serangan militer Israel di Gaza—yang saat ini tertahan oleh gencatan senjata sementara—telah menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina dalam 16 bulan terakhir, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Serangan ini juga memicu tuduhan genosida dan kejahatan perang, yang dibantah oleh Israel.
Perang ini bermula dari serangan Hamas terhadap Israel, yang menewaskan 1.200 orang, menurut data Israel.