kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   -3.000   -0,18%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

AS dan Rusia Semakin Mesra, Ukraina Gigit Jari


Rabu, 19 Februari 2025 / 08:19 WIB
AS dan Rusia Semakin Mesra, Ukraina Gigit Jari
ILUSTRASI. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa mereka telah setuju untuk mengadakan lebih banyak perundingan dengan Rusia. REUTERS/Evelyn Hockstein


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - RIYADH. Pada Selasa (18/2/2025), pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa mereka telah setuju untuk mengadakan lebih banyak perundingan dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina setelah pertemuan awal yang mengecualikan Kyiv. 

Melansir Reuters, saat pertemuan selama 4,5 jam di ibu kota Saudi sedang berlangsung, Rusia memperkeras tuntutannya. Terutama menegaskan bahwa mereka tidak akan menoleransi aliansi NATO yang memberikan keanggotaan kepada Ukraina.

Kemudian pada hari Selasa, Trump mengatakan bahwa dia lebih percaya diri setelah perundingan dan dia mungkin akan bertemu dengan Putin sebelum akhir bulan.

"Rusia ingin melakukan sesuatu," kata Trump kepada wartawan di Palm Beach, Florida. 

Trump menepis kekhawatiran Ukraina tentang tidak diikutsertakannya dalam pertemuan tersebut dan mengatakan Kyiv seharusnya sudah memulai pembicaraan jauh lebih awal.

"Saya rasa saya punya kekuatan untuk mengakhiri perang ini," kata Trump.

Pembicaraan di Riyadh adalah pertama kalinya pejabat AS dan Rusia bertemu untuk membahas cara menghentikan konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. 

Baca Juga: Volume Pengiriman Minyak Rusia Turun Imbas Serangan Drone Ukraina

Ukraina mengatakan tidak akan menerima kesepakatan apa pun yang dipaksakan tanpa persetujuannya. 

Dan Kanselir Jerman Olaf Scholz menegaskan kembali tidak boleh ada keputusan tanpa pimpinan Ukraina.

Bahkan sebelum pembicaraan berlangsung, beberapa politisi Eropa menuduh pemerintahan Trump memberikan konsesi gratis kepada Moskow minggu lalu dengan mengesampingkan keanggotaan NATO untuk Ukraina dan mengatakan bahwa Kyiv hanya ilusi karena percaya bahwa mereka dapat memenangkan kembali 20% wilayahnya yang sekarang berada di bawah kendali Rusia.

Penasihat Keamanan Nasional AS Mike Waltz mengatakan kepada wartawan di Riyadh bahwa perang harus berakhir secara permanen, dan ini akan melibatkan negosiasi atas wilayah.

"Realitas praktisnya adalah akan ada beberapa pembahasan tentang wilayah dan akan ada pembahasan tentang jaminan keamanan," katanya.

Menurut Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, tim perundingan tingkat tinggi akan memulai pembicaraan untuk mengakhiri konflik dan akan bekerja secara terpisah untuk memulihkan misi diplomatik masing-masing negara, di Washington dan Moskow, guna memudahkan pembicaraan ke depannya.

Baca Juga: AS dan Rusia Gelar Perundingan di Riyadh Tanpa Kehadiran Ukraina

Rubio mengatakan bahwa ia keluar dari pembicaraan awal dengan keyakinan bahwa Rusia bersedia untuk mulai terlibat dalam proses yang serius. Akan tetapi, lanjutnya, mencapai perdamaian akan melibatkan konsesi dari semua pihak.

Rusia tidak menawarkan konsesi

Pejabat Rusia tidak menyebutkan tentang pemberian konsesi apa pun dan pejabat AS tidak mengklaim telah memperoleh konsesi apa pun dalam pertemuan hari Selasa.

Kondisi ini menyebabkan para pengamat meragukan apakah pembicaraan tersebut akan berubah menjadi perundingan perdamaian yang serius.

Menanggapi kekhawatiran Ukraina dan Eropa, Rubio mengatakan tidak ada yang dikesampingkan dan solusi apa pun harus dapat diterima oleh semua pihak.

Rubio kemudian berbicara kepada para diplomat tinggi Prancis, Jerman, Italia, Inggris, dan Uni Eropa untuk memberi pengarahan tentang pembicaraan tersebut, kata juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce.

Kedua belah pihak mengatakan belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan ia telah menunda kunjungan ke Arab Saudi yang direncanakan pada hari Rabu hingga bulan depan. 

Sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan keputusan itu dibuat untuk menghindari pemberian "legitimasi" pada pembicaraan AS-Rusia.

Kyiv mengatakan pembicaraan tentang cara mengakhiri perang tidak boleh dilakukan di belakang Ukraina.

Menurut Evelyn Farkas, direktur eksekutif McCain Institute dan mantan pejabat senior Pentagon, Ukraina pada akhirnya akan melakukan pemungutan suara apakah akan menerima kesepakatan yang dinegosiasikan antara Washington dan Moskow, dan dapat menolak kesepakatan yang buruk.

Tonton: Pejabat Tinggi Rusia Ini Bakal Bertemu Delegasi AS di Arab Saudi

"Dalam skenario terburuk, Ukraina akan terus bertempur. Jika pertahanan mereka runtuh, saya rasa rakyat Amerika tidak ingin melihat gambar-gambar itu di televisi dan dimintai pertanggungjawaban," kata Farkas.

Saat negara-negara Eropa membahas kemungkinan menyumbangkan pasukan penjaga perdamaian untuk mendukung kesepakatan damai Ukraina, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan di Riyadh bahwa Moskow tidak akan menerima pengerahan pasukan NATO di sana, apa pun bendera yang mereka gunakan untuk beroperasi.

"Tentu saja, ini tidak dapat diterima oleh kami," katanya.

Komentar Lavrov mengisyaratkan bahwa Rusia akan terus mendesak konsesi lebih lanjut dalam negosiasi. 



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×