Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Australia telah mendakwa empat individu atas dugaan keterlibatan dalam operasi pencucian uang menggunakan kripto senilai 190 juta dolar Australia (setara sekitar Rp 2 triliun).
Investigasi yang berlangsung selama 18 bulan ini mengungkap bahwa skema pencucian uang dilakukan melalui perusahaan keamanan jasa angkut uang tunai sebagai kedok.
Skema Kompleks: Dari Kendaraan Lapis Baja ke Kripto
Menurut pernyataan Kepolisian Federal Australia (AFP), mereka telah membekukan aset senilai lebih dari 13,6 juta dolar Australia yang diduga berasal dari aktivitas kriminal. Investigasi ini dilakukan oleh Queensland Joint Organized Crime Taskforce (QJOCT) yang melibatkan 70 petugas dari berbagai lembaga federal dan negara bagian.
Penyelidikan dimulai pada Desember 2023 dan berhasil mengungkap bahwa unit kendaraan lapis baja milik perusahaan keamanan digunakan untuk menyamarkan transaksi gelap sebagai aktivitas bisnis sah.
Baca Juga: Berapa Sebenarnya Harga Wajar Bitcoin? Analis Ramal BTC Tembus US$200.000 Tahun Ini!
Salah satu tersangka diketahui telah mencuci lebih dari US$9,5 juta dalam waktu 15 bulan, yang jejak transaksinya menjadi petunjuk utama bagi penyidik untuk mengurai jaringan kejahatan ini.
Alur Pencucian: Dari Uang Tunai ke Aset Digital
Perusahaan keamanan tersebut diduga mencampur penghasilan sah dari operasional bisnis dengan dana ilegal yang disetorkan oleh kelompok kriminal. Dana tersebut kemudian dialihkan melalui perusahaan promosi penjualan, dealer mobil klasik, dan akhirnya ditukar ke mata uang kripto melalui berbagai platform pertukaran.
Setelah dicuci, dana dialirkan ke penerima manfaat baik dalam bentuk kripto maupun dalam bentuk transaksi bisnis lewat perusahaan-perusahaan kedok.
Kripto: Pedang Bermata Dua dalam Perang Melawan Pencucian Uang
Meskipun teknologi blockchain menjanjikan transparansi dan efisiensi dalam sistem keuangan global, sifatnya yang terbuka dan terdesentralisasi juga menjadikannya sasaran empuk bagi pelaku kejahatan keuangan.
Data dari perusahaan forensik blockchain Chainalysis menunjukkan bahwa lebih dari US$100 miliar dalam bentuk kripto telah mengalir dari dompet ilegal ke layanan konversi antara tahun 2019 hingga pertengahan 2024.
Penjahat dunia maya kini semakin canggih dalam menyamarkan transaksi mereka menggunakan mixer, protokol DeFi, dan jembatan lintas-rantai (cross-chain bridges). Namun demikian, transparansi blockchain tetap menjadi alat ampuh bagi aparat penegak hukum untuk menelusuri aliran dana ilegal.
Baca Juga: Robert Kiyosaki: Perang Saudara Telah Dimulai! Simpan Emas, Perak, dan Bitcoin Anda
Dunia Nyata, Risiko Nyata: Kripto dan Ancaman Fisik
Seiring meningkatnya nilai aset digital, kejahatan terkait kripto pun tidak lagi terbatas pada dunia maya. Kasus penculikan dan kekerasan fisik yang terkait dengan kripto semakin sering terjadi.
Contohnya, otoritas Maroko baru-baru ini menangkap Badiss Mohamed Amide Bajjou (24), yang diduga menjadi otak di balik serangkaian penculikan terkait kripto, termasuk percobaan penculikan anak dan cucu CEO Paymium, Pierre Noizat, di Paris.
Di kasus lain yang menghebohkan, David Balland, salah satu pendiri dompet kripto Ledger, diculik dari rumahnya di Prancis tengah pada Januari dan disandera selama lebih dari sehari sebelum berhasil diselamatkan oleh polisi.
Keluarga "Bitcoin Family" dari Belanda, yang terkenal karena memutuskan hidup sepenuhnya dengan Bitcoin sejak 2017, kini meningkatkan sistem keamanannya secara ekstrem. Mereka membagi seed phrase keempat benua dan mengenkripsinya dengan proteksi kustom setelah menerima berbagai ancaman nyata terhadap keselamatan mereka.