Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Dua pelaku penembakan yang menewaskan 15 orang dalam perayaan Hanukkah di Pantai Bondi, Sydney, merupakan ayah dan anak, kata kepolisian Australia pada Senin (15/12/2025).
Insiden ini menjadi aksi kekerasan bersenjata terburuk di Australia dalam hampir 30 tahun.
Sang ayah, berusia 50 tahun, tewas di lokasi kejadian, sehingga jumlah korban meninggal menjadi 16 orang.
Baca Juga: Jose Antonio Kast Menangi Pilpres Chile, Arah Politik Bergeser ke Kanan
Sementara anaknya yang berusia 24 tahun berada dalam kondisi kritis di rumah sakit, kata polisi dalam konferensi pers.
Otoritas menyebut penembakan pada Minggu (14/12/2025) itu sebagai serangan antisemit yang terarah.
Sebanyak 40 orang masih dirawat di rumah sakit, termasuk dua anggota polisi yang berada dalam kondisi serius namun stabil. Korban berusia antara 10 hingga 87 tahun.
Saksi mata mengatakan serangan di pantai yang ramai pada malam hari itu berlangsung sekitar 10 menit, memicu kepanikan ratusan orang yang berhamburan menyelamatkan diri ke pasir pantai dan jalan-jalan sekitar.
Baca Juga: Pelajaran Membangun Kekayaan dari Jeff Bezos yang Relevan untuk Kelas Menengah
Polisi menyebut sekitar 1.000 orang menghadiri acara Hanukkah yang menjadi target serangan, yang digelar di sebuah taman kecil di dekat pantai.
Seorang warga yang terekam video berhasil melumpuhkan dan melucuti senjata salah satu pelaku dipuji sebagai pahlawan karena tindakannya menyelamatkan banyak nyawa.
Stasiun televisi Channel Seven mengidentifikasinya sebagai Ahmed al Ahmed, seorang pedagang buah berusia 43 tahun, yang ditembak dua kali dan telah menjalani operasi.
Penggalangan dana untuk Ahmed telah mengumpulkan lebih dari A$200.000 hingga Senin pagi.
Polisi belum merinci jenis senjata yang digunakan, namun rekaman video menunjukkan pelaku menembakkan senapan bolt-action dan senapan shotgun.
Warga Bondi, Morgan Gabriel (27), mengatakan ia sedang menuju bioskop ketika mendengar suara yang awalnya ia kira kembang api sebelum orang-orang mulai berlarian.
“Ini pagi yang sangat sunyi. Biasanya Bondi ramai orang berenang dan berselancar. Sekarang suasananya sangat muram,” ujarnya.
Baca Juga: China–Arab Saudi Sepakat Perkuat Koordinasi Isu Regional dan Global
Pemimpin Dunia Mengecam Serangan
Polisi memastikan hanya ada dua pelaku dalam insiden tersebut, setelah sebelumnya menyelidiki kemungkinan adanya pelaku ketiga.
Aparat menggerebek rumah pelaku di Bonnyrigg, sekitar 36 km dari pusat kota Sydney, dengan penjagaan ketat pada Senin.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengunjungi lokasi kejadian dan meletakkan bunga. Sejumlah pelayat mengenakan kippah terlihat menyalakan lilin serta meletakkan bendera Australia dan Israel.
Albanese menyebut serangan itu sebagai “momen kelam bagi bangsa” dan menegaskan motifnya sedang diselidiki secara menyeluruh.
Baca Juga: Fenomena Prop Trading: Gen Z & Milenial Kejar Cuan di Pasar Modal
“Apa yang kita lihat adalah tindakan kejahatan murni, antisemitisme, dan terorisme di tanah Australia,” kata Albanese.
Ia menambahkan sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, menyampaikan solidaritas.
Penembakan ini merupakan yang paling serius dalam rangkaian serangan antisemit di Australia sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023.
Penembakan massal sangat jarang terjadi di Australia. Insiden ini menjadi yang terburuk sejak 1996, ketika 35 orang tewas dalam penembakan di Port Arthur, Tasmania.
Ratusan personel polisi dikerahkan di Pantai Bondi pada Senin, sementara warga mendatangi memorial darurat dengan bendera setengah tiang.
“Kami melihat orang-orang tergeletak di tanah. Itu hal terburuk yang pernah saya lihat,” kata Trent Tur, penjaga pantai berusia 18 tahun.
Baca Juga: Polusi Udara di New Delhi Makin Parah, Mencapai Tingkat Terburuk Selama Musim Dingin
Meski diliputi duka, warga berharap komunitas Bondi dapat bangkit.
“Ini akan sulit, tapi semangat kebersamaan di Bondi sangat kuat,” ujarnya.













