kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Awas, risiko baru ekonomi global: Ledakan jumlah utang dunia


Selasa, 14 Januari 2020 / 09:24 WIB
Awas, risiko baru ekonomi global: Ledakan jumlah utang dunia
ILUSTRASI. Beban utang dunia sangat besar dan memecahkan rekor tertinggi rasio utang terhadap PDB bahkan sebelum tahun 2019 berakhir.


Sumber: CNN | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Beban utang dunia sangat besar dan memecahkan rekor tertinggi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) bahkan sebelum tahun 2019 berakhir. Ledakan utang ini menimbulkan risiko bagi ekonomi global.

CNN melaporkan, berdasarkan data Institute of International Finance (IIF), hingga kuartal III 2019 lalu utang global yang terdiri dari pinjaman rumah tangga, pemerintah dan perusahaan, bertambah US$ 9 triliun menjadi hampir US$ 253 triliun.

Baca Juga: Global bond perdana milik pemerintah tahun ini dirilis dalam dolar AS dan euro

Jumlah itu menempatkan rasio utang terhadap PDB global mencapai 322%, melampaui rasio utang tahun 2016 sebagai level tertinggi.

Lebih dari setengah jumlah yang sangat besar ini terakumulasi di negara-negara maju, seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Rasio utang PDB AS dan Eropa bahkan sudah mencapai 383%.

Ada banyak penyebabnya. Negara-negara maju seperti Selandia Baru, Swiss, dan Norwegia semuanya memiliki tingkat utang rumah tangga yang meningkat, sementara rasio utang pemerintah terhadap PDB di AS dan Australia berada pada titik tertinggi sepanjang masa.

Di pasar negara berkembang, tingkat utang lebih rendah, dengan total mencapai US$ 72 triliun. Namun, menurut IIF, tingkat pertumbuhan utang di negara berkembang telah meningkat lebih cepat dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Jaga rasio utang tak lebih dari 3% PDB, Luhut: Indonesia selalu b to b dengan China

Rasio utang China terhadap PDB, misalnya, mendekati level 310%, tingkat tertinggi di negara berkembang.

Investor telah lama mengawasi skeptis terhadap negara yang memiliki leverage tinggi.




TERBARU

[X]
×