Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen kendaraan listrik asal Tiongkok, BYD (002594.SZ), berhasil menjual tiga kali lebih banyak mobil baru di Uni Eropa pada Agustus 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Capaian ini membuat BYD melampaui pesaing asal Amerika Serikat, Tesla (TSLA.O), untuk bulan kedua berturut-turut, menurut data terbaru dari Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA).
Penjualan BYD melonjak 201,3%, memberi perusahaan tersebut pangsa pasar 1,3%, sedikit lebih tinggi dibanding Tesla yang hanya mencatat 1,2%, turun dari 2% pada Agustus 2024.
Pasar Eropa Didominasi PHEV dan BEV
Secara keseluruhan, penjualan mobil di Uni Eropa, Inggris, dan EFTA (European Free Trade Association) naik 4,7% menjadi 0,8 juta unit pada Agustus. Kenaikan didorong oleh permintaan tinggi terhadap mobil plug-in hybrid (PHEV) dan battery electric vehicle (BEV).
Baca Juga: Harga Lebih Murah, Mobil Listrik China Seperti BYD Makin Diminati di Spanyol
Registrasi mobil ramah lingkungan tumbuh signifikan:
-
Mobil listrik murni (BEV): naik 30,2%
-
Hybrid electric (HEV): naik 54,5%
-
Plug-in hybrid (PHEV): naik 14,1%
Secara total, kendaraan elektrifikasi menyumbang 62,2% dari pendaftaran mobil baru, naik dari 52,8% pada Agustus 2024.
Persaingan Ketat Produsen Global
Selain BYD, produsen Tiongkok lainnya juga menunjukkan performa kuat. SAIC Motor (600104.SS), pemilik merek MG, mencatat lonjakan penjualan 59,4%, dengan pangsa pasar 1,9%, menjadikannya penjual mobil terbesar ke-10 di Eropa sepanjang 2025.
Sementara itu, pabrikan besar Eropa mulai kembali pulih:
-
Volkswagen (VOWG.DE): naik 4,8% YoY
-
Renault (RENA.PA): naik 7,8% YoY
-
Stellantis (STLAM.MI): tumbuh 2,2%, penjualan positif pertama sejak Februari 2024
Sebaliknya, Tesla justru mengalami penurunan penjualan 36,6% di Uni Eropa, membuat pangsa pasarnya tergerus tajam.
Baca Juga: Warren Buffett Resmi Angkat Kaki dari BYD Usai 17 Tahun Investasi
Tantangan Industri Otomotif Eropa
Industri mobil Eropa saat ini menghadapi sejumlah tantangan besar, mulai dari tarif impor AS, persaingan ketat dari produsen Tiongkok, hingga kesulitan memenuhi regulasi domestik terkait adopsi kendaraan listrik.
Untuk menekan biaya dan menjaga profitabilitas, banyak produsen Eropa memilih meningkatkan penjualan PHEV yang lebih terjangkau dibanding mobil listrik murni.
Strategi serupa juga digunakan produsen Tiongkok, yang memanfaatkan teknologi PHEV guna meminimalisasi dampak tarif Uni Eropa sekaligus menarik konsumen yang masih skeptis terhadap kendaraan listrik penuh.