kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

China makin mengkhawatirkan dana asing yang masuk deras


Rabu, 07 April 2021 / 17:15 WIB
China makin mengkhawatirkan dana asing yang masuk deras
ILUSTRASI. Arus modal asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi China mengalami peningkatan.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Arus modal asing yang masuk ke pasar saham dan obligasi China mengalami peningkatan. Pejabat pemerintahan semakin vokal meneriakkan bahaya arus modal masuk tersebut jika tidak dikontrol.

Pada tahun 2020, pasar saham dan obligasi China berhasil menarik investor asing mulai dari Amerika Serikat (AS) hingga London. Stimulus besar-besarna yang digelontorkan bank sentral membuat China menjadi negara yang memiliki ketahanan paling kuat terhadap pandemi Covid-19 dan asetnya memiliki imbal hasil yang lebih tinggi.

Pembelian asing di saham lokal China pada tahun 2020 mencapai 3,4 triliun yuan atau sekitar US$ 520 miliar,  meningkat 62% dari tahun sebelumnya. Pembelian di obligasi naik 47% menjadi 3,3 triliun yuan. Mata uang China mengalami peningkatan.

Menurut data Gavekal Dragonomics yang dikutip Bloomberg, Rabu (7/4), investor asing membeli lagi surat utang China senilai US$ 53,5 miliar pada Januari dan Februari  2021.

Baca Juga: Bank sentral dunia siapkan kebijakan untuk hadapi lonjakan pasar obligasi

Arus modal masuk tersebut membuat Partai Komunis semakin sakit kepala. China telah lama paranoid dengan resiko yang ditimbulkan arus modal asing, terutama setelah devaluasi mata uangnya pada tahun 2015.

Itu sebabnya pejabat di China mempertahankan kontrol yang ketaat terhadap dana masuk dan keluar. Skala arus masuk yang bergitu besar menghadapkan China pada resiko bubble yang akan meledak jika dalam mulai mengalir keluar.

Paola Subacchi, Profesor Ekonomi Internasional di Queen Mary Global University of London mengatakan, begitu permintaan terlalu besar untuk dikelola dan mulai menekan stabilitas keuangan atau menciptakan resiko terhadap stabilitas keuangan maka permintaan itu akan dikontrol.

Kehadiran asing di pasar saham China memang tidak pernah sebesar sekarang.  Beijing dalam beberapa tahun terakhir membuat saluran untuk memungkinkan dana masuk, membuka tautan perdagangan saham dan obligasi melalui Hong Kong dan mendorong penyertaan aset dalam mata uang yuan dalam tolok ukur global utama.

Tujuannya untuk membantu membuat pasar lebih efisien dan kuat. Lembaga seperti dana pensiun akan memberikan stabilitas pada pasar saham yang bergantung pada spekulan, sekaligus meningkatkan likuiditas di pasar obligasi negara yang hampir mati.

Stimulus pandemi global dalam beberapa hal telah membuat China menjadi korban dari kesuksesannya sendiri. Hal ini diilustrasikan oleh laporan November yang disusun oleh Dewan Konsultatif Asia Bank untuk Penyelesaian Internasional, yang mengamati dampak arus modal. People Bank of China (PBoC) salah satu dari 12 bank sentral dalam kelompok kerja tersebut, mencatat bahwa fluktuasi nilai tukar yang tajam dan arus modal yang besar akan mengancam stabilitas keuangan dan memiliki konsekuensi ekonomi nyata yang negatif.

Setelah arus masuk yang besar tahun lalu, kekhawatiran tersebut sekarang mulai bergema di pasar dalam negeri China. Ekspektasi pertumbuhan yang kuat dalam ekonomi Amerika Serikat (AS) telah mulai mendorong imbal hasil US Treasury lebih tinggi, mempersempit premi yang ditawarkan oleh efek utang China sekitar 1 poin persentase sejak rekor di bulan November. Mereka juga mendukung dolar dan menghukum yuan, yang pada bulan Maret 2021 melemah sekitar 1,3%.

"Arus keluar selalu menjadi kekhawatiran yang penting. Otoritas mungkin juga khawatir bahwa arus masuk, terutama uang panas, dapat menjadi arus keluar begitu kondisi pasar berubah," kata David Qu, ekonom di Bloomberg Economics.

Baca Juga: Ekonomi negara-negara Asia mulai membaik, berikut indikatornya

Komentar resmi semakin keras dalam beberapa bulan terakhir. Dalam pidatonya 20 Maret lalu, regulator sekuritas  China Yi Huiman mengatakan, aliran besar uang panas  ke China harus dikontrol dengan ketat. Dalam komentar blak-blakan yang tidak biasa di awal Maret, regulator perbankan Guo Shuqing mengatakan sangat khawatir bahwa gelembung aset di pasar luar negeri akan segera meledak, menimbulkan risiko bagi ekonomi global.

Li Daokui, mantan penasihat bank sentral, menyalahkan potensi ketidakstabilan pada bantuan pandemi AS.

Untuk mengelola dan mengimbangi arus dana masuk, China terus memberikan kuota tambahan untuk dana dalam negeri untuk diinvestasikan dalam sekuritas di luar negeri, yang pada bulan Maret lalu meningkat menjadi US$ 135 miliar, tertinggi yang pernah ada. Langkah-langkah lain termasuk mendorong reksa dana untuk berinvestasi di saham Hong Kong, yang menyebabkan rekor arus masuk ke kota pada bulan Januari, dan meminta lembaga keuangan untuk membatasi jumlah pembiayaan luar negeri.

Hong Kong pada bulan Desember 2020 lalu menyatakan sedang mendiskusikan rencana untuk mengizinkan investor daratan untuk memperdagangkan obligasi di kota itu, yang juga akan mendorong arus keluar.

Namun langkah-langkah tersebut bersifat inkremental, menunjukkan para pembuat kebijakan waspada untuk bertindak terlalu jauh ke arah lain.  China mungkin berjuang untuk membuka perbatasan keuangannya tanpa bergantung pada tindakan Federal Reserve, seperti negara berkembang lainnya. Kebijakan moneter lunak AS setelah krisis keuangan global 2008 memicu gelembung di negara-negara dari Indonesia hingga Thailand, yang meledak ketika The Fed bersiap untuk menaikkan suku bunga.

Selanjutnya: Joe Biden akan cegah China jadi negara terkuat di dunia




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×