Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Guna mengoptimalkan pemasukan negara, pemerintah China mulai melacak beberapa warga negaranya yang tinggal di luar negeri untuk dipungut pajak. Kebijakan mengejutakan ini menyasar para ekspatriat yang tidak pernah diminta untuk membayar retribusi ke negara asal dengan pendapat di luar negeri, menurut orang yang mengetahui hal ini, seperti pemberitaan Bloomberg, Minggu (12/7).
Perusahaan milik negara yang beroperasi di Hong Kong, mengatakan kepada ekspatriat China daratan baru-baru ini untuk mendeklarasikan pendapatan 2019 mereka sehingga mereka dapat membayar pajak. Padahal Hong Kong merupakan negara dengan salah satu tarif pajak terendah di dunia.
Baca Juga: Pengembang vaksin China ajak Rusia, Brasil, Arab Saudi untuk uji coba vaksin corona
Selain itu, badan usaha milik China juga menginformasikan karyawan yang bekerja di tempat lain seperti Singapura untuk mulai melaporkan pendapatan tahun lalu.
China mengenakan pajak hingga 45%, merevisi aturan pajak penghasilannya Januari tahun lalu untuk membantu pihak berwenang mulai mengumpulkan uang dari warganya di seluruh dunia. Tetapi Beijing hanya mengungkapkan instruksi terperinci tahun ini tentang cara mengajukan pajak semacam itu, guna menangkap banyak ekspatriat.
Langkah ini menandai awal dari perombakan besar bagi salah satu komunitas ekspatriat terbesar di dunia. Akibatnya beberapa orang dapat melihat tagihan pajak mereka melambung tinggi.
Meskipun statistik khusus tentang ekspatriat tidak segera tersedia, media pemerintah China melaporkan ada sekitar 60 juta etnis Tionghoa yang tinggal di luar negeri.
Ada 80.000 hingga 150.000 orang China daratan yang bekerja di Hong Kong, menurut South China Morning Post, yang sebelumnya melaporkan masalah ini.
Warga China yang bekerja di Makau juga telah diberitahu untuk mulai membayar pajak penghasilan di negara asal, menurut Nikkei Asian Review.
Administrasi Perpajakan Negara China tidak segera menanggapi faks yang meminta komentar perihal ini.
Langkah ini bisa menjadi pukulan besar bagi ekspatriat China yang bekerja di tempat-tempat seperti Hong Kong, yang hanya harus membayar maksimal 15% dari gaji mereka dalam pajak. Itu sepertiga dari pajak tertinggi di China.
“Tak hanya gaji, peraturan itu juga memasukkan pendapatan dari dividen dan penjualan properti hingga perpajakan di negara asalnya. Hal itu kemungkinan akan memaksa banyak perusahaan untuk memikul sebagian besar beban pajak tambahan atau risiko eksodus ekspatriat China,” kata Jia Zeliang, chief executive officer di penasihat perencanaan kekayaan Ishtar Consulting Inc.
Baca Juga: Tandingi China, Jepang bangun jet tempur siluman paling canggih di dunia
Meskipun secara nasional warga China diwajibkan membayar pajak atas pendapatan global mereka selama bertahun-tahun, itu belum dilaksanakan, kata Jacky Chu, yang mengepalai layanan mobilitas global PwC China. Perubahan itu bisa menjadi keuntungan bagi perusahaan akuntansi.
"Kami telah melihat lonjakan perusahaan yang meminta saran kami. China tidak memiliki banyak ekspatriat yang bekerja di luar negeri ketika undang-undang perpajakan lama dirancang beberapa dekade lalu. Itu bisa jadi mengapa banyak orang tidak sepenuhnya menyadari persyaratan itu,” pungkasnya.