Sumber: The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Namun langkah China dipandang kurang signifikan dibandingkan pembatasan dan sanksi pada tahun lalu atas ekspor Australia senilai sekitar A$ 20 miliar (S $ 21 miliar).
Menteri Perdagangan Australia Dan Tehan menyatakan kekecewaannya tetapi mengatakan Canberra berharap dialog itu bisa dihidupkan kembali. “Kami tetap terbuka untuk mengadakan dialog dan terlibat di tingkat menteri,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Hubungan antara kedua negara telah memburuk sejak Australia memblokir perusahaan teknologi China Huawei dari jaringan 5G-nya pada 2018. Hubungan tersebut memburuk tahun lalu ketika Canberra menyerukan penyelidikan independen tentang asal-usul wabah Covid-19, yang memicu sanksi perdagangan atas anggur, batu bara, dan jelai dari Beijing terhadap Australia.
Bulan lalu, Canberra membatalkan dua perjanjian Belt and Road yang ditandatangani antara China dan negara bagian Victoria, dengan mengatakan hal itu tidak konsisten dengan kebijakan luar negeri Australia. Tindakan tersebut menuai teguran dari kedutaan besar China sebagai tindakan yang tidak masuk akal dan provokatif.
Baca Juga: China makin tegas di Indo-Pasifik, Jepang dan Jerman perluas kerjasama militer
Menurut Yun Jiang, peneliti hubungan China-Australia di Universitas Nasional Australia, penangguhan dialog dimaksudkan untuk mengirim sinyal diplomatik yang kuat ke Canberra.
“Tapi ada pembekuan diplomatik selama dua tahun sekarang, jadi dialog formal tingkat menteri belum terjadi seperti yang dijadwalkan untuk sementara, bahkan sebelum penangguhan ini. Oleh karena itu, penangguhan ini sebagian besar bersifat simbolis,” kata Jiang, yang juga editor pelaksana The China Story, sebuah blog tentang masalah China.
Perdagangan dan investasi antara kedua negara masih dapat berlangsung tanpa adanya dialog.
"Tapi mungkin ada lebih banyak tindakan ekonomi dari China terhadap Australia setelah ini," katanya.