kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Curi uang kripto termasuk di Indonesia, AS dakwa 3 pejabat Korea Utara


Kamis, 18 Februari 2021 / 12:31 WIB
Curi uang kripto termasuk di Indonesia, AS dakwa 3 pejabat Korea Utara
ILUSTRASI. Peretas melakukan serangan siber dalam foto ilustrasi yang diambil pada 13 Mei 2017. REUTERS/Kacper Pempel


Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan

Mereka diduga merampok mata uang digital di Slovenia dan Indonesia serta memeras bursa New York sebesar US$ 11,8 juta.

Dalam sebuah skema 2018, mereka merampok US$ 6,1 juta dari mesin ATM BankIslami Pakistan, setelah mendapatkan akses ke jaringan komputernya.

Hanya, Departemen Kehakiman AS tidak memerinci secara tepat, berapa banyak uang yang sudah para terdakwa curi.

Selain itu, menurut dakwaan Departemen Kehakiman AS, Kim Il mengembangkan mata uang digital berbasis blockchain seperti "Marine Chain Token", yang seolah-olah merupakan instrumen bagi investor untuk membeli saham perusahaan pelayaran.

Baca Juga: Korea Utara perluas fasilitas pengembangan rudal, Korea Selatan siaga tinggi

Untuk kepentingan Kim Jong Un

Dia memasarkan peluang untuk berinvestasi dalam skema di Singapura, tanpa memberi tahu calon investor bahwa mekanisme itu terutama dirancang untuk menyembunyikan identitas kepemilikan kapal untuk membantu Korea Utara menghindari sanksi.

Semua tindakan itu, Departemen Kehakiman AS menyebutkan, bertujuan untuk "memajukan kepentingan strategis dan keuangan pemerintah (Korea Utara) dan pemimpinnya, Kim Jong Un".

"Operator Korea Utara menggunakan keyboard daripada senjata, mencuri dompet digital cryptocurrency dan bukan karung uang tunai, adalah perampok bank terkemuka di dunia," kata Asisten Jaksa Agung AS John Demers dalam sebuah pernyataan.

"Dakwaan negara-bangsa seperti ini merupakan langkah penting dalam mengidentifikasi masalah, menyerukannya dalam format yang ketat secara hukum, dan membangun konsensus internasional," kata Demers, seperti dilansir Channel News Asia.

Selanjutnya: Media Korea Utara kini sebut Kim Jong Un dengan gelar 'Presiden'




TERBARU

[X]
×