Sumber: South China Morning Post,Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - China meningkatkan konfrontasinya dengan Jepang atas komentar Perdana Menteri Sanae Takaichi mengenai Taiwan, dengan media pemerintah mengancam langkah balasan besar setelah peringatan perjalanan Beijing memunculkan potensi retribusi ekonomi.
Melansir Bloomberg, Yuyuantantian—akun media sosial yang terhubung dengan lembaga penyiaran pemerintah China dan sering digunakan sebagai sinyal arah kebijakan resmi—menerbitkan komentar akhir pekan lalu yang memperingatkan bahwa Beijing “telah menyiapkan langkah balasan substantif.”
Postingan itu menyinggung kemungkinan sanksi, penghentian hubungan ekonomi, diplomatik, dan militer, serta pembatasan perdagangan sebagai bentuk pembalasan.
Beberapa jam setelah postingan tersebut, pesan itu diperkuat melalui artikel yang ditulis oleh akademisi yang terafiliasi dengan negara, yang memperingatkan bahwa jika militer Jepang ikut campur dalam konflik di Selat Taiwan, “seluruh negara akan berisiko menjadi medan perang.”
Krisis diplomatik ini pecah setelah Takaichi menyampaikan bahwa penggunaan kekuatan militer dalam konflik Taiwan dapat dikategorikan sebagai “situasi yang mengancam kelangsungan hidup,” sebuah klasifikasi yang memberikan dasar hukum bagi Jepang untuk mendukung negara-negara sahabat yang memilih merespons.
China sangat sensitif terhadap komentar terkait Taiwan—pulau berpemerintahan sendiri yang ingin diintegrasikan kembali suatu hari nanti, dengan kekuatan jika diperlukan.
Ketegangan ini berpotensi membatalkan kemajuan hubungan bilateral yang terjadi beberapa minggu sebelumnya, tidak lama setelah Takaichi bertemu Presiden China, Xi Jinping dan menyepakati peningkatan hubungan. Perselisihan ini juga mengancam dunia bisnis di antara dua mitra dagang besar tersebut, setelah China memperingatkan wisatawan dan pelajar mengenai meningkatnya risiko di Jepang.
Baca Juga: Krisis Baru di Asia Timur? Taiwan Terjebak di Antara Jepang dan China
Langkah tersebut menempatkan jutaan wisatawan Tiongkok — sekitar seperempat total pengunjung Jepang setiap tahun — dalam posisi terancam, memicu penurunan saham perusahaan sektor pariwisata, termasuk perusahaan kosmetik besar Shiseido Co. yang anjlok 9% pada Senin. Hong Kong juga memperbarui imbauan perjalanan ke Jepang.
Jepang mengirim diplomat senior ke China pada Senin dalam upaya meredakan ketegangan, menurut laporan NHK, mengutip pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Jepang.
KTT G-20 mendatang di Afrika Selatan pekan ini dapat menjadi kesempatan bagi Takaichi untuk bertemu Perdana Menteri China Li Qiang, meskipun juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan tidak ada rencana pertemuan.
“Ini soal menetapkan batasan sejak awal masa jabatan Takaichi, mencegah negara lain melakukan retorika serupa, dan mendorong Tokyo agar tidak mengambil langkah lanjutan,” kata Jennifer Welch dari Bloomberg Economics. “Jepang adalah target yang relatif mudah dan sektor pariwisata adalah tuas yang gampang ditekan.”
Takaichi sejauh ini tetap mempertahankan komentarnya mengenai Taiwan, sementara Tokyo menegaskan sikapnya tidak berubah dari pemerintahan sebelumnya. Senin ini, Sekretaris Kabinet Jepang Minoru Kihara menyebut peringatan perjalanan China sebagai tindakan yang tidak dapat diterima.
Baca Juga: Diplomasi Memanas: China Ancam, Jepang Protes, Taiwan Waspada
Ketegangan China dengan Jepang muncul tidak lama setelah Eropa menyambut kunjungan wakil presiden Taiwan—kunjungan pertama sejak 2002 di luar transit—yang memicu kemarahan Beijing. Hal ini terjadi di tengah gelombang diplomasi Taiwan–Uni Eropa yang berlawanan dengan strategi isolasi Beijing terhadap pusat industri semikonduktor global tersebut.
Bagi Tokyo, taruhannya besar. China adalah mitra dagang terbesar Jepang, dan komentar Yuyuantantian secara eksplisit menyebutkan bahwa produsen Jepang sangat bergantung pada impor material penting dari China. Perselisihan sebelumnya pada 2012 terkait sengketa wilayah menyebabkan boikot barang Jepang selama berbulan-bulan dan berdampak pada perdagangan.
Reaksi Taiwan
Melansir South China Morning Post, Taipei, yang biasanya berhati-hati dalam isu sensitif kawasan, kali ini mengambil posisi keras terhadap Beijing.
Menyebut respons Beijing sebagai bentuk “serangan hibrida terhadap Tokyo” dan “tamparan bagi perdamaian serta stabilitas Indo-Pasifik”, pemimpin Taiwan William Lai Ching-te pada Senin mendesak Beijing agar “menahan diri dan menghindari menjadi pembuat onar regional”.
Ia mengatakan bahwa Washington menganggap pernyataan Takaichi berkontribusi pada keamanan regional dan menegaskan bahwa proses politik Jepang harus dihormati.
Menteri Luar Negeri Taiwan Lin Chia-lung juga menyatakan bahwa posisi Takaichi sejalan dengan pandangan strategis mendiang PM Jepang Shinzo Abe, yang pernah menegaskan bahwa keamanan Taiwan juga berarti keamanan Jepang.
Tonton: Taiwan Larang Konsumsi Indomie Soto Banjar Lantaran Mengandung Etilen Oksida
Kesimpulan
Konflik diplomatik antara China dan Jepang kini berkembang menjadi potensi perang ekonomi. China menggunakan instrumen tekanan non-militer—pariwisata, perdagangan, dan opini publik—untuk memberi sinyal bahwa komentar Jepang mengenai Taiwan melewati batas toleransi politik Beijing. Risiko bagi pasar dan geopolitik cukup besar: hubungan dagang utama Asia bisa terganggu, sentimen anti-Jepang di China dapat meningkat, dan sektor pariwisata serta manufaktur Jepang mungkin terdampak paling cepat. Situasi ini juga menunjukkan bahwa Taiwan semakin menjadi garis pemisah strategis dalam kompetisi geopolitik Asia.













