Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan perlengkapan olahraga global Adidas (ADSGn.DE) memperingatkan bahwa pihaknya mungkin akan menaikkan harga produknya di Amerika Serikat setelah beban tarif baru dari pemerintah AS diperkirakan menambah biaya sebesar €200 juta (sekitar Rp3,7 triliun) pada paruh kedua tahun ini.
Peringatan ini langsung berdampak pada pasar saham. Saham Adidas turun lebih dari 7% pada perdagangan Rabu (waktu setempat), memperpanjang penurunan total sejak awal tahun menjadi 23%.
Ketidakpastian Tarif AS Hambat Proyeksi Kinerja
CEO Adidas, Bjorn Gulden, mengungkapkan bahwa kebijakan dagang AS yang berubah-ubah di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump menjadi tantangan besar bagi perusahaan.
“Kami masih belum tahu berapa tarif akhir di AS. Kami juga belum tahu dampak tidak langsungnya terhadap permintaan konsumen jika semua tarif ini menyebabkan inflasi besar,” kata Gulden dalam pernyataan resmi.
Baca Juga: The Fed Diprediksi Tahan Suku Bunga, Meski Trump Desak Pemangkasan Tajam
Karena ketidakpastian tersebut, Adidas memutuskan menahan revisi proyeksi pendapatan tahunannya. Gulden menyebut bahwa perusahaan akan mengevaluasi ulang strategi harga setelah struktur tarif yang baru benar-benar final.
“Kami akan mencoba mempertahankan harga model-model lama selama mungkin, dan hanya menerapkan harga baru pada produk baru,” jelasnya dalam konferensi pers.
Beban Tarif dari Vietnam dan Indonesia Meningkat Drastis
Sumber utama tekanan biaya berasal dari tarif baru yang diberlakukan AS atas produk impor dari Vietnam dan Indonesia, dua negara pemasok terbesar Adidas.
-
Vietnam menyumbang 30% dari produk Adidas di AS
-
Indonesia menyumbang 23%
Tarif baru meningkatkan beban impor:
-
Dari Vietnam: naik dari 26% menjadi 46%
-
Dari Indonesia: naik dari 24% menjadi 43%
Kondisi ini membuat Adidas, seperti banyak produsen lain, menumpuk pengiriman (front-loading) ke AS sebelum tarif berlaku, menyebabkan inventaris perusahaan naik 16% menjadi €5,26 miliar per akhir Juni.
Baca Juga: Trump Ancam Berlakukan Tarif terhadap Rusia dalam 10 Hari
Dampak Terhadap Kinerja dan Strategi ke Depan
Penjualan kuartalan Adidas naik 2,2% menjadi €5,95 miliar, di bawah ekspektasi analis sebesar €6,2 miliar (data LSEG). Penurunan ini memicu kekhawatiran bahwa momentum penjualan kuat yang sebelumnya ditopang oleh sepatu Samba dan Gazelle mulai meredup.
UBS menyatakan dalam catatannya, “Untuk menenangkan investor bahwa ini hanya kemunduran sementara, Adidas harus menyampaikan prospek H2 yang meyakinkan dan menunjukkan permintaan pesanan awal 2026.”
Walau begitu, Adidas masih mencatat laba operasi sebesar €546 juta, mengalahkan estimasi analis sebesar €520 juta.
Di sisi lain, Adidas juga harus menghadapi pelemahan dolar AS dan yuan Tiongkok, yang diperkirakan mengurangi €300 juta dari total penjualan kuartal ini.
Segmen Lifestyle Masih Tumbuh, Didukung Kolaborasi Musik
Meski tantangan cukup besar, Adidas tetap mencatat pertumbuhan positif di lini “lifestyle”—segmen sepatu kasual dan busana santai—yang naik 13%. Produk populer termasuk versi Samba dan SL72 dengan motif leopard, cow print, hingga versi metallic.
Baca Juga: Trump Ultimatum Lagi Rusia soal Ukraine, Ini Tanggapan Moskow
Kolaborasi eksklusif dengan band legendaris Oasis dalam rangkaian tur reuni juga disebut memberikan dorongan signifikan terhadap penjualan.
Meskipun terbebani tarif dan tekanan ekonomi global, CEO Gulden menegaskan bahwa pasar AS tetap menjadi prioritas utama. Sekitar 20% penjualan global Adidas berasal dari AS, dan perusahaan tetap optimis terhadap potensi pertumbuhan di sana.
“Kami ingin terus berkembang di AS dan kami siap untuk melakukan over-invest guna menggandakan bisnis kami di sana,” tegas Gulden.