Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Donald Trump, yang baru saja dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 pada Senin (20 Januari), telah memulai masa jabatannya dengan serangkaian langkah kontroversial.
Salah satu tindakan pertamanya adalah mencabut Perintah Eksekutif 11246 yang diperkenalkan pada 1965, yang telah menjadi dasar perlindungan terhadap diskriminasi di tempat kerja selama enam dekade.
Pencabutan Perintah Eksekutif 11246
Mengutip unilad, Perintah Eksekutif 11246 diperkenalkan oleh Presiden Lyndon Johnson pada tahun 1965, hanya dua tahun setelah Martin Luther King Jr. menyampaikan pidato legendarisnya "I Have A Dream."
Baca Juga: 8 Momen Canggung yang Mungkin Anda Lewatkan dari Pelantikan Trump
Perintah ini bertujuan untuk memastikan bahwa kontraktor pemerintah federal tidak melakukan diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, identitas gender, atau asal negara dalam praktik perekrutan mereka.
Langkah Trump untuk mencabut perintah tersebut merupakan bagian dari rencananya untuk menghapus program Diversity, Equity, and Inclusion (DEI) yang dianggapnya sebagai "diskriminasi ilegal dan preferensi."
Pemerintahannya menyatakan bahwa pencabutan ini bertujuan untuk "mengembalikan kesempatan berbasis merit" dan menghentikan program yang, menurut Trump, menciptakan ketidakadilan di pasar kerja.
Dampak Kebijakan Baru
Trump juga memerintahkan lembaga-lembaga pemerintah untuk segera menghentikan program DEI di Departemen Tenaga Kerja, dengan memberikan cuti berbayar kepada pegawai yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program tersebut.
Selain itu, pemerintah meminta identifikasi organisasi yang dapat dikenai investigasi kepatuhan sipil, termasuk perusahaan besar, yayasan dengan aset lebih dari US$500 juta, asosiasi hukum dan medis negara bagian, serta institusi pendidikan tinggi dengan dana abadi melebihi US$1 miliar.
Baca Juga: Ini 2 Saham yang Berpotensi Untung dari Kebijakan Energi Trump
Menurut pernyataan Gedung Putih, institusi-institusi besar seperti korporasi, lembaga keuangan, maskapai penerbangan, penegak hukum, dan universitas telah mengadopsi praktik "preferensi berbasis ras dan jenis kelamin" yang dianggap berlawanan dengan hukum hak sipil Amerika Serikat.
Reaksi Publik
Langkah ini memicu protes luas dari berbagai pihak. Basil Smikle Jr., seorang penasihat kebijakan dan ahli strategi politik, menyebut kebijakan ini sebagai upaya untuk "melemahkan kekuatan politik dan ekonomi komunitas kulit berwarna serta perempuan."
Sebaliknya, Senator Louisiana John Kennedy dari Partai Republik mendukung kebijakan tersebut, dengan mengatakan bahwa cara terbaik untuk menghentikan diskriminasi adalah dengan menghapus preferensi berbasis ras dan jenis kelamin sepenuhnya.
Ia menyatakan bahwa "rakyat Amerika tidak terlalu mempermasalahkan ras atau gender seperti yang sering dibesar-besarkan di Washington."
Baca Juga: Ini Rincian Gaji dan Tunjangan Donald Trump Sebagai Presiden AS
Implikasi Jangka Panjang
Pencabutan Perintah Eksekutif 11246 tidak hanya memengaruhi kebijakan pemerintah federal, tetapi juga memberikan dampak pada sektor swasta, termasuk perusahaan besar dan lembaga pendidikan tinggi. Kebijakan ini memunculkan perdebatan tentang batasan antara meritokrasi dan perlindungan hak-hak sipil.
Para kritikus berpendapat bahwa langkah ini berpotensi memperbesar kesenjangan dalam akses kerja dan pendidikan, terutama bagi kelompok minoritas dan perempuan. Di sisi lain, pendukung kebijakan Trump percaya bahwa hal ini akan menciptakan persaingan yang lebih adil di pasar kerja.