Sumber: Cointelegraph | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemimpin Partai Republik di DPR Amerika Serikat mengumumkan bahwa mereka akan membahas tiga rancangan undang-undang (RUU) penting terkait aset kripto dalam pekan bertajuk “Crypto Week” yang dijadwalkan berlangsung pada 14–18 Juli 2025.
Ketiga RUU tersebut mencakup struktur pasar kripto, regulasi stablecoin, dan larangan terhadap mata uang digital bank sentral (CBDC).
Ketua Komite Jasa Keuangan DPR French Hill, Ketua Komite Pertanian DPR Glenn Thompson, dan Ketua DPR Mike Johnson menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan visi Presiden Donald Trump untuk memperkuat posisi AS sebagai pemimpin dalam sektor aset digital.
“Partai Republik di DPR mengambil langkah tegas untuk menjalankan seluruh agenda aset digital dan kripto Presiden Trump,” kata Johnson dalam pernyataan resmi.
Baca Juga: BlackRock Tambah Investasi Kripto Hampir Rp 388 Triliun pada Paruh Pertama 2025
Tiga RUU Kripto Prioritas: GENIUS, CLARITY, dan Anti-CBDC
Selama “Crypto Week,” DPR akan mempertimbangkan tiga RUU penting berikut:
1. GENIUS Act (Senat) vs STABLE Act (DPR)
RUU ini bertujuan mengatur stablecoin di Amerika Serikat. Meskipun DPR sebelumnya meloloskan STABLE Act di tingkat komite, tampaknya DPR akan memprioritaskan RUU GENIUS yang lebih dulu disahkan oleh Senat dengan dukungan bipartisan.
Jika DPR meloloskan GENIUS Act tanpa perubahan, RUU tersebut akan langsung dikirim ke Presiden Trump untuk disahkan. Namun, jika ada perubahan substansial—terutama soal kelayakan penerbit, pengawasan antara negara bagian dan federal, serta kewajiban kepatuhan—maka RUU akan kembali ke Senat.
Pengacara dari firma Pillsbury Law dan Troutman Pepper Locke menyebut kemungkinan terbentuknya komite gabungan DPR-Senat untuk menyatukan kedua versi RUU ini sebelum dikirim ke meja Presiden.
2. CLARITY Act
CLARITY Act merupakan RUU yang mengatur struktur pasar kripto secara menyeluruh. RUU ini telah diloloskan oleh dua komite DPR pada 10 Juni lalu dan akan segera diajukan untuk pemungutan suara penuh.
Isi utama CLARITY Act mencakup:
-
Pembagian yurisdiksi antara SEC (Securities and Exchange Commission) dan CFTC (Commodity Futures Trading Commission).
-
Kewajiban pendaftaran bursa kripto ke CFTC.
-
Aturan terkait pengungkapan informasi, segregasi aset nasabah, dan pencatatan transaksi.
Demokrat secara umum menentang RUU ini dengan alasan potensi konflik kepentingan, mengingat keluarga Trump terlibat langsung dalam proyek-proyek aset kripto, termasuk bursa dan stablecoin.
Baca Juga: Iran Perketat Regulasi Kripto Pasca Serangan Siber Pro-Israel
3. Anti-CBDC Surveillance State Act
RUU ketiga ini bertujuan melarang pengembangan dan penerapan mata uang digital bank sentral (CBDC) oleh Federal Reserve.
-
RUU ini pertama kali diperkenalkan oleh Whip Mayoritas DPR Tom Emmer dan pernah lolos dari DPR pada 2024, namun tidak berlanjut di Senat.
-
Kini, Emmer menghidupkan kembali RUU tersebut, dan versi terbaru telah disetujui oleh Komite Jasa Keuangan DPR pada April.
-
RUU kembarannya di Senat masih dalam tahap pembahasan di Komite Perbankan.
Jika disahkan, undang-undang ini akan melarang The Fed mengembangkan, menguji, atau menerbitkan mata uang digital dalam bentuk apa pun, serta menyediakan layanan keuangan langsung kepada warga negara.
Dampak Politik dan Industri
Langkah DPR ini secara langsung mencerminkan janji kampanye Trump untuk menjadikan Amerika Serikat sebagai “rumah yang ramah terhadap aset digital.” Banyak pelaku industri kripto menyambut langkah ini karena selama kampanye, sektor ini secara terbuka memberikan dukungan finansial kepada Trump dan Partai Republik.
Namun, kritik muncul dari kubu Demokrat dan kelompok privasi yang melihat beberapa RUU, seperti Anti-CBDC Act, sebagai respons politik terhadap inisiatif teknologi pemerintah, bukan solusi berbasis kebutuhan publik.