Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Igor Lipsits, ekonom terkemuka Rusia, mengatakan kepada Reuters bahwa Kremlin telah memberikan gambaran positif mengenai perekonomian negaranya bahkan di tengah banyaknya sanksi Barat.
"Namun situasi sebenarnya buruk,” katanya.
Dia menambahkan, pernyataan resmi yang menggembirakan mengenai perekonomian Rusia bukanlah ukuran yang baik mengenai kinerja perekonomian Rusia karena pihak berwenang hanya berusaha membuat Kremlin senang.
Komentar Lipsits menyoroti perekonomian Rusia yang tampaknya tangguh pada masa perang. Bahkan kini dinilai berkembang pesat berkat belanja militer dan negara yang besar.
Fenomena ini membingungkan banyak ekonom, yang memperkirakan perekonomian akan terpuruk setelah invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina pada Februari 2022.
Perkiraan resmi menunjukkan produk domestik bruto Rusia tumbuh 5,5% pada kuartal ketiga dibandingkan tahun lalu. Sebagai perbandingan, pada periode yang sama tahun lalu PDB Rusia mengalami penurunan 3,5%.
Baca Juga: Ekspor LNG dan Minyak Rusia ke Uni Eropa Terus Meningkat 9 Bulan Terakhir
Namun pertumbuhan tersebut tampaknya tidak menghasilkan kemakmuran bagi banyak warga Rusia di lapangan.
“Sebagian besar penduduk Rusia mempunyai upah yang sangat rendah,” kata Lipsits.
Hal ini juga tidak membantu jika bank sentral Rusia menaikkan suku bunga utamanya menjadi 15% untuk menopang melemahnya rubel. Informasi saja, rubel telah merosot 16% terhadap dolar tahun ini.
Sementara itu, inflasi di Rusia mencapai 11,9% pada tahun lalu dan diperkirakan mencapai 7,0% hingga 7,5% pada tahun ini.
Lipsits mengatakan sekitar 20 juta orang di Rusia – atau 14% dari populasi – berada di ambang atau sudah berada dalam kemiskinan.
Statistik resmi menunjukkan bahwa 15,7 juta orang di Rusia hidup di bawah garis kemiskinan dengan penghasilan 14.184 rubel, atau US$ 162 per bulan, pada kuartal kedua tahun ini.
Baca Juga: Semakin Bikin Cemas Barat, Menteri ESDM Rusia Kunjungi Korea Utara
Lipsits mengatakan kepada Reuters bahwa ia memperkirakan akan terjadi stagnasi ekonomi dan kemerosotan serius setelah pemilihan presiden negara itu pada bulan Maret.
Pemimpin petahana, Vladimir Putin, diperkirakan akan memenangkan pemilu.
Lipsits, yang tinggal di luar Rusia, adalah seorang profesor di Universitas HSE bergengsi di Moskow. Dia mengumumkan melalui Telegram bahwa dia meninggalkan institusi tersebut pada bulan September setelah manajemen sekolah membatalkan kontrak kerja jarak jauhnya secara sepihak.
Lipsits dikenal karena menulis buku teks ekonomi yang digunakan siswa sekolah menengah di Rusia selama dua dekade. Kementerian Pendidikan Rusia membatalkan buku tersebut pada tahun 2019 setelah memutuskan bahwa beberapa isinya tidak cukup patriotik.
Pengakuan Kremlin
Rusia mengakui bahwa perekonomiannya berada di ambang kehancuran pada tahun lalu. Namun kini mereka mengklaim bahwa negara tersebut telah berhasil melewati sanksi dan berada di jalur pertumbuhan yang kuat tahun ini, meskipun terdapat proyeksi dari para ekonom mengingat masih adanya pembatasan terhadap perekonomiannya.
“Ada ancaman penurunan ekonomi, kami benar-benar harus memobilisasi semua sumber daya dan kekuatan internal untuk mencegah keruntuhan ini,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada kantor berita Rusia TASS pada hari Minggu seperti yang dilansir dari Business Insider.
Peskov menambahkan, tekanan ekonomi tersebut sebagian besar disebabkan oleh sanksi internasional setelah invasi Rusia ke Ukraina.
Baca Juga: Vladimir Putin Cabut Ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Global
Sanksi tersebut termasuk memotong cadangan devisa Rusia sebesar US$ 300 miliar, mengeluarkan beberapa bank dari jaringan SWIFT yang penting, dan menerapkan larangan serta batasan harga minyak Rusia sebesar US$ 60, yang merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara tersebut.
Namun, kata Peskov, negara ini telah berhasil pulih dan kini memasuki tahap pertumbuhan.
Kremlin kini memperkirakan bahwa Rusia akan tumbuh sebesar 3% tahun ini, lebih tinggi dari perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar 2,2%.
“Berkat keputusan pemimpin negara yang penuh wawasan dan bijaksana, berkat kerja keras pemerintah, kita bisa mencapai titik tertinggi, menstabilkan [situasi ekonomi] dan kemudian, dengan cara yang benar-benar tak terduga, memasuki tren pertumbuhan," tambah Peskov.