kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ekonomi Rusia Hadapi Ancaman Stagflasi, Apa Itu?


Jumat, 13 September 2024 / 08:59 WIB
Ekonomi Rusia Hadapi Ancaman Stagflasi, Apa Itu?
ILUSTRASI. Sebagai gambaran saja, inflasi tahunan Rusia mencapai sedikit di atas 9% pada bulan Agustus.


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Harga roti telah melonjak tinggi selama beberapa tahun terakhir di Rusia. Sehingga, pensiunan Rusia Oleg Ivanovich terkadang harus hidup tanpa roti.

Namun, pria berusia 67 tahun itu mengatakan ia tidak keberatan berkorban demi serangan militer Rusia terhadap Ukraina.

"Kami akan menanggungnya. Saat operasi militer khusus berakhir, harga akan kembali normal," katanya kepada AFP di Moskow, menggunakan istilah resmi Rusia untuk serangan tersebut.

Lonjakan harga alias inflasi hanyalah salah satu masalah ekonomi yang dihadapi Rusia seiring langkah militerisasi ekonomi sejak memutuskan untuk menyerang Ukraina pada Februari 2022.

Sebagai gambaran saja, inflasi tahunan Rusia mencapai sedikit di atas 9% pada bulan Agustus. 

Moskow telah menyalurkan miliaran dolar kepada tentara, prajurit, keluarga mereka, dan produsen senjata untuk mempertahankan kampanye militernya. 

Pemborosan pengeluaran ini turut menopang ekonomi Rusia sehingga memupuskan harapan Barat bahwa sanksi akan meruntuhkan ekonomi negara itu.

Namun setelah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa ekonomi sedang mengalami overheating, Bank Sentral negara itu akhir-akhir ini mulai menyebutkan kemungkinan perkembangan lain yang mungkin lebih menantang: stagflasi.

Baca Juga: Balas Sanksi Barat, Vladimir Putin Ancam Pembatasan Ekspor Uranium Rusia

Informasi saja, overheating adalah suatu kondisi di mana perekonomian yang bertumbuh positif, namun dibarengi dengan tingkat inflasi yang tinggi.

"Kekurangan sumber daya (tenaga kerja) dapat menyebabkan situasi di mana pertumbuhan ekonomi melambat, meskipun semua upaya telah dilakukan untuk merangsang permintaan, dengan semua stimulus tersebut mempercepat inflasi," kata Gubernur Bank Sentral Elvira Nabiullina selama musim panas.

Dia menambahkan, "Intinya, ini adalah skenario stagflasi, yang hanya dapat dihentikan dengan mengorbankan resesi yang dalam." 

Pengertian stagflasi adalah periode pertumbuhan rendah atau stagnan yang disertai inflasi tinggi. 

Stagflasi akan menghadirkan masalah baru bagi Kremlin, yang hingga kini telah mengatasi dampak ekonomi dari konflik di Ukraina lebih baik daripada yang diyakini kebanyakan orang.

Moskow telah meningkatkan pengeluaran pemerintah hampir 50% sejak mengirim pasukan ke Ukraina, yang mendorong pertumbuhan dan upah.

Baca Juga: Tantang Dominasi Militer AS, Rusia dan China Mempererat Kerja Sama

Pengangguran berada pada rekor terendah dan kepercayaan konsumen berada pada titik tertinggi dalam 15 tahun.

Namun, eksodus pekerja terampil dan tidak terampil - yang melarikan diri dari mobilisasi atau bergabung dengan tentara - telah menciptakan jutaan lowongan yang tidak terisi. 

Sanksi terhadap teknologi Barat juga telah memukul produktivitas dan merusak rantai pasokan.

"Dalam jangka panjang, faktor demografi dan masalah teknologi ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah," kata Ruben Enikolopov, seorang profesor Rusia di Sekolah Ekonomi Barcelona, ​​kepada AFP.

"Ada kemungkinan besar skenario stagnasi ekonomi pada tahun 2025 dan tahun-tahun setelahnya. Itu bukan kepastian, tetapi kemungkinan besar," tambahnya.

Hal itu dapat membuat bank sentral Rusia hanya memiliki sedikit pilihan. Pada minggu lalu, bank sentral Rusia  mengatakan pihaknya sudah melihat tanda-tanda perlambatan aktivitas ekonomi dan bahwa inflasi telah mencapai puncaknya.

Bank sentral telah menaikkan suku bunga menjadi 18%.

Baca Juga: Korea Utara Tembakan Rudal Jarak Pendek, Peluncuran Pertama dalam 2 Bulan

Beberapa analis memperkirakan suku bunga dapat mencapai 20% sebelum akhir tahun, sama seperti pada awal konflik. 

Pada Waktu itu suku bunga dinaikkan dalam sesi darurat untuk mencegah krisis keuangan dan penarikan besar-besaran bank setelah Barat memberlakukan sanksi.

Biaya pinjaman tersebut melumpuhkan banyak bisnis swasta, yang selanjutnya menghambat pertumbuhan di sektor ekonomi yang tidak terkait dengan militer.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×