kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eropa Masih Kebingungan Cara Bayar Gas Rusia


Kamis, 19 Mei 2022 / 04:20 WIB
Eropa Masih Kebingungan Cara Bayar Gas Rusia


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - LONDON. Negara-negara Eropa dilanda kebingungan mengenai cara pembayaran gas dari Rusia. Hingga saat ini, Eropa tidak dapat mengambil keputusan tentang bagaimana membayar impor gas alam Rusia yang terus menjadi bahan bakar rumah, bisnis, dan pembangkit listrik di kawasan tersebut.

Melansir CNN, kebingungan berpusat pada logistik pembayaran itu sendiri. Beberapa pembeli gas Eropa telah bersiap untuk mengatasi permintaan Kremlin agar tagihan gas dibayar dalam rubel, bukan euro atau dolar yang ditentukan dalam kontrak.

Menurut mekanisme pembayaran baru Rusia, pembeli di negara-negara "tidak bersahabat" harus membuka dua rekening di Gazprombank. Yakni, satu dalam euro dan yang kedua dalam rubel, dari mana pembayaran untuk gas akan dilakukan.

Akan tetapi pada hari Selasa, Komisi Eropa mengatakan perusahaan yang membuka rekening di Gazprombank Rusia yang memungkinkan pembayaran mereka dikonversi menjadi rubel akan melanggar sanksi Uni Eropa.

Baca Juga: Uni Eropa Investasikan 210 Miliar Euro, Hapus Ketergantungan Bahan Bakar Fosil Rusia

Pernyataan itu tampaknya bertentangan dengan pedoman yang diberikan Komisi empat hari sebelumnya, yang membuat beberapa perusahaan energi terbesar Eropa berasumsi bahwa mereka dapat mengatasi masalah mata uang dengan membuka dua rekening di bank Rusia.

Hal tersebut terjadi ketika beberapa perusahaan besar Eropa berusaha membayar tagihan mereka tepat waktu tanpa melanggar sanksi.

"Apa pun yang melampaui pembukaan rekening dalam mata uang kontrak dengan Gazprombank dan melakukan pembayaran ke rekening itu, dan kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa... Anda telah menyelesaikan pembayaran, bertentangan dengan sanksi," jelas Eric Mamer, Juru Bicara Komisi Eropa.

Sementara itu, mengutip Reuters, pada bulan lalu, negara-negara Uni Eropa berusaha keras untuk memahami keputusan Rusia yang memotong aliran gas ke Polandia dan Bulgaria. Eropa ingin mempertahankan pasokan gas mereka sendiri dari Rusia sambil menghindari pelanggaran sanksi perdagangan yang dikenakan terhadap Moskow.

Baca Juga: Selain Amerika dan Qatar, Uni Eropa Menjajaki Kerja Sama Pasokan Gas Dengan Israel

Sebelumnya, raksasa energi Rusia Gazprom mengumumkan akan menghentikan pasokan gas ke kedua negara setelah tidak menerima pembayaran dalam rubel Rusia dari dua negara anggota UE.

Gazprom mengatakan negara-negara tersebut telah melanggar perintah Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa pembayaran untuk gas Rusia harus dilakukan hanya dalam mata uang Rusia dan bukan dolar Amerika Serikat atau euro.

Permintaan rubel sebagian besar ditafsirkan sebagai taktik oleh Kremlin untuk mempersenjatai pasokan gasnya dan menciptakan celah hukum dalam sanksi yang dijatuhkan oleh UE terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Rusia telah memerintahkan agar perusahaan energi dari negara-negara yang tidak bersahabat melakukan pembayaran dalam rubel di Gazprombank, permintaan yang dinilai oleh beberapa negara Uni Eropa, termasuk Jerman,  tidak melanggar aturan sanksi.

"Pembayaran akan dilakukan dalam euro dan kemudian ditransfer oleh Gazprombank ke dalam apa yang disebut akun K," kata Menteri Iklim dan Ekonomi Jerman Robert Habeck seperti yang dikutip Reuters.

Baca Juga: Ini Daftar Lengkap Perusahaan Global Keluar dari Rusia Beserta Perkiraan Kerugiannya

Proses pembayaran pada dasarnya mengharuskan pembeli untuk membuka rekening rubel di Gazprombank di mana pembayaran euro atau dolar mereka akan disimpan setelah konversi ke mata uang Rusia melalui otorisasi dari pembeli.

Tetapi pihak lain, termasuk Komisi Eropa, yang merancang sanksi terhadap Rusia untuk UE, memperingatkan bahwa transfer tersebut merupakan pelanggaran, menempatkan importir gas dalam bahaya hukum.

Komisi mengatakan proses itu akan melanggar sanksi Uni Eropa terhadap Rusia karena konversi mata uang akan melibatkan transaksi melalui bank sentral Rusia, yang saat ini tengah dikenakan sanksi Uni Eropa.




TERBARU

[X]
×