kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.929.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.274   -99,00   -0,60%
  • IDX 7.927   68,06   0,87%
  • KOMPAS100 1.113   9,98   0,90%
  • LQ45 829   6,70   0,81%
  • ISSI 265   0,63   0,24%
  • IDX30 429   3,15   0,74%
  • IDXHIDIV20 497   3,62   0,73%
  • IDX80 125   1,07   0,86%
  • IDXV30 133   1,90   1,45%
  • IDXQ30 139   1,18   0,85%

Evergrande Resmi Delisting dari Bursa Hong Kong, Simbol Krisis Properti China


Senin, 25 Agustus 2025 / 17:23 WIB
Evergrande Resmi Delisting dari Bursa Hong Kong, Simbol Krisis Properti China
ILUSTRASI. The company logo is seen on the headquarters of China Evergrande Group in Shenzhen, Guangdong province, China September 26, 2021. REUTERS/Aly Song/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Raksasa properti China, China Evergrande Group resmi dikeluarkan dari Bursa Efek Hong Kong pada Senin (25/8/2025).

Penghapusan pencatatan (delisting) ini menjadi tonggak terbaru dari kejatuhan salah satu pengembang properti terbesar di dunia, yang selama bertahun-tahun melambangkan pertumbuhan pesat sektor properti di Negeri Tirai Bambu.

Baca Juga: Indeks Shanghai Tembus Level Tertinggi 10 Tahun, Hang Seng Mendekati Puncak 4 Tahun

Keputusan ini datang lebih dari satu tahun setelah perdagangan saham Evergrande dihentikan, menyusul kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang.

Evergrande tercatat menanggung liabilitas sekitar US$ 300 miliar (sekitar Rp 4.600 triliun), menjadikannya salah satu kasus gagal bayar terbesar dalam sejarah global.

Dari kejayaan ke kebangkrutan

Evergrande pernah menjadi bintang sektor properti China dengan valuasi pasar mencapai lebih dari US$ 51 miliar pada puncaknya.

Perusahaan ini tumbuh pesat berkat strategi agresif membeli lahan, membangun proyek skala besar, hingga masuk ke berbagai bisnis lain mulai dari kendaraan listrik, layanan keuangan, hingga sepak bola.

Baca Juga: Korea Selatan Ingin Meningkatkan Hubungan Ekonomi dengan China

Namun, strategi ekspansi berbasis utang yang masif berbalik menjadi bumerang setelah pemerintah China pada 2020 memperketat aturan pinjaman untuk pengembang properti lewat kebijakan “tiga garis merah”.

Kebijakan ini memicu krisis likuiditas yang menghantam banyak pengembang besar, dengan Evergrande sebagai korban paling menonjol.

Dampak bagi pasar dan investor

Delisting Evergrande menjadi sinyal bahwa pemegang saham hampir tidak memiliki peluang untuk mendapatkan kembali nilai investasinya.

Obligasi perusahaan juga diperdagangkan pada level sangat rendah, dengan prospek pemulihan yang tipis karena perusahaan kini berada dalam proses likuidasi.

Baca Juga: Taiwan, Tiongkok, Perang Dunia II, dan Apa yang Terjadi Setelahnya

“Proses hukum yang panjang kemungkinan membuat investor ritel menjadi pihak yang paling terdampak, sementara kreditor besar mungkin hanya bisa berharap pada pemulihan sebagian,” kata seorang analis pasar Asia.

Krisis properti meluas

Kejatuhan Evergrande memperlihatkan betapa dalam krisis properti China yang kini membebani pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Sektor properti, yang selama dua dekade terakhir menyumbang sekitar 25% dari PDB China, kini mengalami kontraksi tajam akibat melemahnya permintaan rumah, turunnya harga properti, serta kepercayaan investor yang terus menurun.

Baca Juga: CEO Uber Meyakini China yang Menang dalam Persaingan Mobil Listrik, Ini Alasannya

Pemerintah China telah mengambil sejumlah langkah, termasuk pelonggaran kebijakan kredit dan stimulus pasar, namun sejauh ini dampaknya masih terbatas.

Sejumlah pengembang besar lain, seperti Country Garden dan Sunac, juga mengalami tekanan serupa dengan ancaman gagal bayar.

Akhir dari model lama pertumbuhan

Banyak ekonom menilai, kejatuhan Evergrande menandai akhir dari model pertumbuhan ekonomi China yang bertumpu pada sektor properti dan pembiayaan berbasis utang.

Beijing kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mencari sumber pertumbuhan baru yang lebih berkelanjutan, di tengah meningkatnya risiko pengangguran dan perlambatan konsumsi domestik.

“Delisting Evergrande bukan hanya soal satu perusahaan, tetapi cerminan perubahan fundamental di ekonomi China,” ujar seorang ekonom dari lembaga riset Asia.

Selanjutnya: PTPP Garap Proyek Pembangunan PLTGU Batam Senilai Rp 3,35 Triliun

Menarik Dibaca: Ternyata Olahraga Bisa Mencegah Kanker, Ini Kata Dokter




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×