Sumber: CBSNews | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Faktor yang dapat menekan harga perak pada 2026
Sebaliknya, jika Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga pada 2026, harga perak berpotensi turun. Lingkungan suku bunga tinggi meningkatkan imbal hasil instrumen lain seperti tabungan berbunga tinggi, sehingga investor bisa lebih memilih likuiditas dan imbal hasil tersebut ketimbang perak yang cenderung volatil. Hal ini dapat menurunkan permintaan terhadap perak.
Selain itu, perlambatan ekonomi AS dan penurunan aktivitas manufaktur global juga bisa menekan harga perak, ujar Henry Yoshida, CFP, CEO dan salah satu pendiri Rocket Dollar. Investor perlu mencermati penurunan permintaan konsumen dan industri, terutama jika kebijakan tarif membatasi impor dan mendorong kenaikan harga barang.
“Investor sebaiknya memantau tiga indikator utama yang memengaruhi harga perak: suku bunga riil, aktivitas manufaktur global, dan laju ekspansi energi terbarukan,” kata Yoshida. “Jika inflasi mendingin dan suku bunga tetap tinggi terlalu lama, harga perak akan tertinggal.”
Tonton: Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko
Kondisi yang membuat harga perak cenderung stabil pada 2026
Keseimbangan antara suku bunga acuan The Fed yang mulai mendatar dan perlambatan ringan permintaan industri dapat membuat harga perak bergerak stabil pada 2026.
“Jika permintaan industri melambat dan imbal hasil riil kembali naik, harga perak bisa bergerak mendatar atau bahkan terkoreksi dari level saat ini,” ujar Yoshida.
Kesimpulan
Mayoritas pakar memperkirakan harga perak masih berpeluang naik pada 2026. Dengan harga yang mendekati atau bahkan menembus rekor baru, perak kerap dipandang sebagai alternatif emas yang lebih terjangkau, dan anggapan ini ada benarnya. Namun, bagi investor yang ingin masuk ke aset ini, pemahaman yang matang tetap penting.
“Bagi investor jangka panjang, perak sebaiknya diposisikan sebagai instrumen diversifikasi portofolio, bukan sebagai taruhan jangka pendek,” tegas Yoshida.













