Sumber: History | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Pasca serangan bom tersebut, Jenderal Leslie R. Groves yang mengorganisir operasi pengadaan dan pengiriman bom menyatakan, akan ada bom atom lain yang akan AS jatuhkan di Jepang antara 17 dan 18 Agustus. Namun, rencana tersebut batal menyusul Jepang menyerah.
Setelah insiden bom atom Nagasaki, Dewan Perang Jepang terbagi dalam dua kubu yang berbeda. Menteri Perang Korechika Anami beranggapan, terlalu dini untuk menyatakan Jepang telah kalah perang.
Di sisi lain, Kaisar Hirohito, atas permintaan dua anggota Dewan Perang, menyatakan, melanjutkan perang hanya dapat mengakibatkan pemusnahan rakyat Jepang. Kaisar Hirohito kemudian memberikan izin untuk menyerah tanpa syarat.
Meskipun bom yang jatuh di Nagasaki memiliki daya ledak yang lebih besar dari bom Hiroshima, tetapi efek kerusakannya bisa diredam berkat lereng bukit di Lembah Urakami yang cukup ketat.
Estimasi jumlah korban tewas di Hiroshima mencapai 90.000-140.000 jiwa atau sekitar 39% dari populasi. Sementara di Nagasaki jumlah korban tewas diperkirakan mencapai 60.000-80.000 orang, yang setara dengan 32% dari populasi.
Baca Juga: Untuk cegah China, AS bakal tempatkan unit Marinir bersenjata rudal di Jepang
Komisi Korban Bom Atom (ABCC) melaporkan, sebanyak 6.882 orang di Hiroshima dan 6.621 orang di Nagasaki menjalani perawatan serius sebagai dampak dari ledakan. Sebagian besar dari korban berada di radius 2.000 meter dari pusat ledakan.
Banyak di antaranya korban yang kemudian menderita kecacatan fisik permanen bahkan meninggal akibat komplikasi penyakit yang timbul dari radiasi nuklir. Korban meninggal mulai berjatuhan 20 sampai 30 hari pasca ledakan terjadi.
Pada 1956, ABCC menerbitka laporan terkait efek paparan radiasi bom atom terhadap kehamilan dan janin. Bukan cuma itu, data menunjukkan, jumlah penderita kanker meningkat drastis 5 tahun setelah kejadian. Penderita leukimia juga bertambah dalam 2 tahun setelah kejadian.