Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
Hari berikutnya, Irak melancarkan invasi darat melalui tiga serangan secara simultan. Irak berhasil menguasai garis depan sepanjang 644 km.
Pasukan Irak merebut Kota Khorramshahr namun gagal menduduki pusat penyulingan minyak penting di Abadan. Pada Desember 1980, serangan Irak mulai melunak setelah berhasil masuk sekitar 80-120 km ke wilayah Iran.
Iran melakukan serangan balik dengan bantuan milisi revolusioner yang mendukung angkatan bersenjata utama Iran. Pada 1981, Iran mulai mendesak Irak untuk menyerah.
Pasukan Iran mulai berhasil mendorong pasukan Irak kembali melintasi Sungai Karun di Iran. Pada 1982, Iran berhasil merebut kembali Kota Khorramshahr.
Akhir 1982, Irak mulai secara sukarela menarik pasukannya dari wilayah Iran yang mereka rebut, dan mulai menjajaki kesepakatan damai.
Baca Juga: Jenderal AS beberkan rencana Pentagon hadapi perang nuklir dengan Rusia & China
Sayangnya, di bawah kepemimpinan Ruhollah Khomeini, yang memiliki dendam pribadi dengan Saddam, Iran tetap gigih melakukan serangan balasan dan berupaya untuk menggulingkan pemimpin Irak tersebut.
Serangan Iran terhadap pertahanan Irak mulai brutal. Pasukan infanteri dari wajib militer yang tidak terlatih langsung diterjunkan ke medan tempur. Britannica mencatat, seringkali pemuda setempat diangkut dari jalanan untuk diterjunkan ke medan Perang Irak-Iran.
Kedua negara terlibat jual-beli serangan udara yang menargetkan sejumlah kota penting dan instalasi militer serta sumber minyak masing-masing negara.
Istilah Perang Tanker (Tanker War) juga muncul dalam rangkaian Perang Irak-Iran. Kedua negara saling menyerang kapal tanker pembawa minyak yang melintas di Teluk Persia.
Serangan Iran ke kapal tanker Kuwait kemudian mendorong Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa Barat untuk menempatkan kapal perang di Teluk Persia.
Baca Juga: Iran: Dunia harus melawan sanksi AS, atau akan mengalami sanksi serupa di masa depan