Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto
LONDON. Pasca menyelenggarakan pemilu pada Kamis (6/6), Inggris justru mengalami kekacauan politik. Dalam hasil perhitungan sementara, tidak ada partai yang menang mutlak. Walhasil, Perdana Menteri Inggris Theresa May dituntut untuk mundur.
BBC melaporkan, hasil perolehan suara sementara, Partai Konservatif unggul dengan meraih 318 kursi, disusul Partai Buruh sebanyak 262 kursi. Sedangkan Partai Nasionalis meraih 35 kursi dan sisanya 14 kursi berasal dari Partai Demokrat Liberal.
Meski Partai Konservatif meraih suara tertinggi, namun merujuk pada aturan Inggris, pemenang pemilu harus menguasai 326 kursi dari total 650 kursi untuk dapat menguasai pemerintahan. Hasil tersebut menjadi pukulan bagi Perdana Menteri May, lantaran harus mundur dari jabatannya.
Lawan politiknya yang merupakan Pemimpin Partai Buruh, Jeremy Corbyn, menuntut May untuk turun. Corbyn bahkan mengejek keputusan May yang mempercepat penyelenggaraan pemilu.
Pemilu Inggris memang diselenggarakan lebih awal atas permintaan May dengan alasan stabilitas politik Inggris tengah kacau. Partai oposisi dituding mengacaukan agenda pemerintah pasca Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa atau Brexit. Belum lagi bayang-bayang teror yang terjadi menjelang Pemilu Inggris.
Corbyn menyebut keputusan May yang menyelenggarakan pemilu lebih dini adalah bumerang. "Ia harus mundur karena telah kehilangan mandat, suara, dukungan, dan kehilangan kepercayaan diri. May harus memberikan jalan bagi pemerintah yang benar-benar mewakili semua orang di negara ini," tegas Corbyn seperti dikutip Reuters.
Menanggapi tuntutan mundur, May bertekad untuk mempertahankan posisinya dengan alasan bahwa Partai Konservatif memenangkan kursi dan suara paling banyak. "Kewajiban kami adalah memastikan stabilitas tetap terjadi," tandas May.
Risiko ekonomi
Kondisi Inggris saat ini menimbulkan kekhawatiran pelaku bisnis. Confederation of British Industri (CBI) menyerukan politisi Inggris dapat bekerjasama untuk membangun pemerintah yang kuat dan melindungi ekonomi negara. Direktur Jendral CBI Carolyn Fairbairn meminta pemerintah segera fokus mengembalikan keyakinan pasar dan melindungi perekonomian negara.
Komisaris Anggaran UE Guenther Oettinger mewaspadai kerugian negara yang bermitra dengan Inggris atas situasi politik yang kacau saat ini. Menurut Oettinger, akan terjadi penundaan kesepakatan dagang dan pembatalan sejumlah negosiasi yang akan dijalin jika pemerintah tidak segera mengantisipasinya.
Sementara nilai mata uang poundsterling turun 2,5% menyentuh level terendah terhadap dollar AS. Analis Oanda, Craig Erlam, menyebut, perspektif pasar bisa memburuk karena menciptakan ketidakpastian jika parlemen tidak segera