Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelompok militan Hizbullah yang bersekutu dengan Iran menyatakan bahwa mereka belum memiliki rencana langsung untuk membalas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran.
Pernyataan ini muncul setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan keberhasilan serangan langsung terhadap tiga situs nuklir utama Iran: Fordow, Natanz, dan Esfahan.
Juru bicara Hizbullah mengatakan kepada Newsweek pada Sabtu malam bahwa Iran adalah negara yang kuat dan mampu mempertahankan diri. “Logikanya, Iran bisa menghadapi Amerika dan Israel,” ujarnya. “Hizbullah tetap berkomitmen pada semua hal yang telah disepakati sejak gencatan senjata.”
Komitmen pada Gencatan Senjata, Meski Ada Pelanggaran
Gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel tercapai pada November tahun lalu, sekitar satu tahun setelah konflik regional dipicu oleh serangan mendadak Hamas terhadap Israel. Sejak saat itu, baik Israel maupun Hizbullah saling menuduh telah melanggar kesepakatan.
Baca Juga: Donald Trump Klaim Serangan Bom AS Hancurkan Program Nuklir Iran
Dalam beberapa hari terakhir, militer Israel (IDF) melancarkan serangan terhadap infrastruktur militer Hizbullah di Lebanon, termasuk terhadap para pemimpin dan pasukan khusus kelompok tersebut.
Namun, juru bicara Hizbullah menegaskan bahwa kelompoknya tetap mematuhi perjanjian gencatan senjata tersebut, meskipun menghadapi "serangan oleh musuh Israel."
Kepemimpinan Baru, Sikap Tetap Konsisten
Pernyataan ini juga menandai langkah hati-hati Hizbullah di bawah kepemimpinan baru Sekjen Naim Qassem, yang menggantikan Hassan Nasrallah setelah tewas dalam serangan Israel pada September lalu.
Meski demikian, Qassem tetap menyuarakan dukungan terhadap Iran secara terbuka, dan disebut masih memantau perkembangan sebelum mengambil keputusan lebih lanjut.
“Masalah ini tetap tergantung pada perkembangan situasi,” ujar juru bicara tersebut. “Namun yang pasti, Iran memiliki kapabilitas militernya sendiri.”
Serangan AS dan Ketegangan Kawasan
Presiden Trump mengumumkan serangan udara AS melalui Truth Social pada Sabtu malam waktu AS (Minggu pagi waktu Iran). Serangan ini menyasar langsung pada tiga lokasi sensitif dalam program nuklir Iran, memicu kecaman dari Teheran.
Dalam pidatonya dari East Room Gedung Putih, Trump menyatakan tidak berencana melakukan aksi militer tambahan “kecuali perdamaian tidak segera tercapai.”
Baca Juga: Sekjen PBB: Serangan AS ke Iran Eskalasi yang Berbahaya
Iran, yang secara konsisten membantah keinginan untuk memiliki senjata nuklir, telah merespons dengan meluncurkan ratusan rudal dan drone ke wilayah Israel. Iran juga sebelumnya memperingatkan bahwa basis militer AS di kawasan dapat menjadi sasaran bila Washington turut campur secara langsung.
Koalisi Perlawanan Siaga
Kelompok lain dalam poros "Axis of Resistance" seperti Kataib Hizbullah di Irak dan Ansar Allah (Houthi) di Yaman, juga mengeluarkan peringatan keras terhadap AS. Mereka menyatakan siap menyerang kepentingan Amerika di Timur Tengah jika Washington terus terlibat dalam konflik militer langsung dengan Iran.
Gagalnya putaran keenam perundingan nuklir Iran-AS, yang sebelumnya dijadwalkan berlangsung akhir pekan lalu, semakin menambah ketegangan. Putaran itu dibatalkan setelah Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Iran yang menewaskan sejumlah ilmuwan nuklir dan komandan militer senior.