Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Analis mengatakan, kampanye pengetatan kebijakan moneter global yang tajam selama 12-18 bulan terakhir dan tekanan perbankan Barat baru-baru ini tetap menjadi perhatian bagi prospek kebangkitan ekonomi, baik di China maupun di seluruh dunia.
Pertumbuhan pengiriman ke ASEAN melambat menjadi 4,5% di bulan April dari 35,4% bulan lalu. Kawasan tersebut merupakan mitra ekspor terbesar China.
Data terbaru lainnya juga menunjukkan ekspor Korea Selatan ke China, indikator utama impor China, turun 26,5% di bulan April, melanjutkan penurunan selama 10 bulan berturut-turut.
Impor batu bara China turun di bulan April dari level tertinggi 15 bulan di bulan sebelumnya, terhenti kembali karena melemahnya permintaan di raksasa Asia. Impor tembaga - proksi pertumbuhan global - dan gas alam juga turun pada periode yang sama.
Indeks manajer pembelian manufaktur resmi baru-baru ini untuk bulan April menunjukkan pesanan ekspor baru berkontraksi tajam, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan dan bisnis China yang mengharapkan pemulihan ekonomi pasca-COVID yang kuat.
Data PDB kuartal pertama China bulan lalu, selain menawarkan beberapa kelegaan, juga menimbulkan keraguan tentang prospek permintaan karena pelemahan pasar properti, harga yang melambat, dan tabungan bank yang melonjak.
Baca Juga: Inilah Negara-Negara yang Meninggalkan Dollar AS, Indonesia Juga
Pemerintah, yang telah meningkatkan berbagai langkah dukungan kebijakan, menargetkan target pertumbuhan PDB moderat sekitar 5% untuk tahun ini, setelah gagal mencapai target 2022.
"Ekonomi global memburuk dan akan melemahkan sektor manufaktur China," kata Iris Pang, kepala ekonom China di ING.
Dia menambahkan, "Sepertinya, sebagai tanggapan, pemerintah akan turun tangan untuk mendukung pasar tenaga kerja sektor manufaktur melalui stimulus fiskal."