Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Pemerintah Iran dikabarkan telah mengirimkan sejumlah besar rudal balistik ke Rusia. Senjata yang dikirim ini memiliki kemampuan serangan dari permukaan-ke-permukaan yang kuat.
Kabar pengiriman senjata oleh Iran ke Rusia ini diungkapkan oleh enam sumber kantor berita Reuters. Pengiriman bantuan rudal balistik ini memperdalam kerjasama militer antara kedua negara yang saat ini sama sama dikenai sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Menurut sumber di Iran, negara ini telah menyediakan senjata lumayan banyak yakni sekitar 400 rudal dari keluarga senjata balistik jarak pendek Fateh-110, seperti Zolfaghar.
Rudal jenis ini bergerak di darat ini mampu menyerang target pada jarak antara 300 km hingga 700 km (186 mil - 435 mil).
Baca Juga: AS Sebut Rusia Terima Bantuan Rudal Balistik dari Korea Utara
Kementerian Pertahanan Iran dan Pasukan Garda Revolusi - kekuatan pasukan elite yang mengawasi program rudal balistik Iran - menolak berkomentar atas kabar ini.
Sementara Kementerian pertahanan Rusia tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan tanggapan.
Salah satu sumber Iran menyebutkan, pengiriman Rudal tersebut telah dimulai sejak awal Januari 2024 setelah ada kesepakatan dalam pertemuan akhir tahun lalu antara pejabat militer dan keamanan Iran dan Rusia yang bertemu di Tehran dan Moskow.
Seorang pejabat militer Iran - yang dihubungi namun meminta agar tidak sebutkan identitasnya karena sensitivitas informasi tersebut - mengatakan, sejak awal tahun setidaknya sudah ada empat kali pengiriman rudal dari Iran ke Rusia.
Pengiriman ini akan lebih banyak jumlahnya dalam beberapa minggu mendatang. Hanya saja sumber ini menolak untuk memberikan perincian lebih lanjut mengenai pengiriman senjata itu.
Hanya saja menurut sumber pejabat senior Iran lain yang dihubungi mengatakan, beberapa rudal yang dikirim Iran ke Rusia akan melalui jalur laut menggunakan kapal melalui Laut Kaspia. Sementara yang lain diangkut menggunakan pesawat. "Akan ada lebih banyak pengiriman," kata pejabat Iran tersebut.
Ia menegaskan, tidak ada alasan untuk menyembunyikan informasi pengiriman senjata ini. "Kami diperbolehkan untuk mengekspor senjata ke negara mana pun yang kami inginkan," katanya.
Baca Juga: Korea Utara Tembakkan Dua Rudal Balistik Saat Kim Jong Un Kunjungi Rusia
Sebagai gambaran, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa membatasi ekspor beberapa jenis rudal, drone, dan teknologi lainnya oleh Iran, namun aturan itu telah berakhir sejak bulan Oktober 2023 yang lalu.
Hanya saja, Amerika Serikat dan Uni Eropa tetap keukeuh memberlakukan sanksi tersebut terhadap program rudal balistik Iran. Sebab mereka kekhawatir ekspor senjata kepada para sekutu iran atau proxy-Iran di Timur Tengah dan Rusia akan menyulitkan Amerika dan Barat di wilayah tersebut.
Seorang sumber keempat, yang familiar dengan masalah tersebut, mengkonfirmasi bahwa Rusia baru-baru ini sudah menerima kiriman rudal dari Iran dalam jumlah besar. Hanya saja ia tidak memberikan perincian lebih lanjut.
Menanggapi kabar ini, Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan, pada awal Januari 2024 bahwa Amerika Serikat khawatir, Rusia hampir mendapatkan senjata balistik jarak pendek dari Iran. Apalagi seteru utama Amerika Serikat ini sudah mendapatkan pasokan rudal dari Korea Utara untuk operasi militer mereka di Ukraina.
Seorang pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Washington telah melihat bukti pembicaraan yang sedang berlangsung antara Iran dan Rusia, tetapi mereka menyebut belum ada indikasi pengiriman senjata yang telah dilakukan Iran ke Rusia.
Baca Juga: Rusia Siagakan Rudal Balistik Berkemampuan Nuklir Avangard
Sementara Pentagon tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk komentar mengenai pengiriman rudal Iran ke Rusia ini.
Jaksa utama Ukraina mengatakan pada Jumat bahwa rudal balistik yang dipasok oleh Korea Utara ke Rusia telah terbukti tidak dapat diandalkan di medan perang. Ia mengklaim hanya dua dari 24 rudal Korea Utara yang ditembakkan tentara Rusia, mengenai sasaran di Ukraina.
Hanya saja baik Moskow maupun Pyongyang keduanya membantah bahwa Korea Utara telah menyediakan amunisi kepada Rusia dan digunakan untuk menyerang Ukraina.
Sebaliknya, Jeffrey Lewis, seorang ahli dari Middlebury Institute of International Studies di Monterey, mengatakan, keluarga rudal Fateh-110 dan Zolfaghar milik Iran adalah senjata yang presisi.
"Mereka digunakan untuk menunjuk pada hal-hal yang bernilai tinggi dan membutuhkan kerusakan yang tepat," kata Lewis. Ia menambahkan bahwa 400 amunisi bisa menimbulkan kerusakan yang cukup besar jika digunakan oleh Rusia di Ukraina.
Meskipun demikian, dia mencatat bahwa bombardemen milik Rusia sudah "cukup brutal" sejak perang dua tahun terakhir.
SELANJUTNYA>>>
Bantuan AS .....
Bantuan AS ke Ukraina Terlambat
Seorang sumber militer Ukraina mengatakan kepada Reuters bahwa Kiev tidak mencatat penggunaan rudal balistik Iran oleh pasukan Rusia dalam konflik.
Hanya saja Kementerian pertahanan Ukraina tidak segera menjawab permintaan komentar dari Reuters.
Setelah publikasi berita ini, seorang juru bicara Angkatan Udara Ukraina kepada televisi nasional mengatakan, bahwa mereka tidak memiliki informasi resmi tentang Rusia mendapatkan rudal Iran tersebut.
Namun, dia mengatakan bahwa rudal balistik Iran tersebut tentu akan menjadi ancaman serius bagi kemanan Ukraina.
Baca Juga: Kim Jong Un ke Rusia, Korea Utara Luncurkan Dua Rudal Balistik ke Laut
Mantan menteri pertahanan Ukraina Andriy Zagorodnyuk mengatakan bahwa Rusia ingin melengkapi gudang rudalnya pada saat keterlambatan persetujuan paket bantuan militer besar-besaran dari AS di Kongres. Sebab hal ini telah membuat Ukraina kekurangan amunisi dan bahan persenjataan perang lainnya.
"Ketidakmampuan dukungan AS berarti kekurangan pertahanan udara berbasis darat di Ukraina. Jadi mereka ingin mengumpulkan massa roket dan menembus pertahanan udara Ukraina," kata Zagorodnyuk, yang memimpin Centre for Defence Strategies berbasis di Kyiv, sebuah lembaga pemikiran keamanan, dan memberi nasihat kepada pemerintah.
Ukraina telah berulang kali meminta agar Tehran untuk menghentikan pasokan drone Shahed ke Rusia. Sebab drone Iran tersebut yang telah menjadi bagian dari serangan jarak jauh Moskow terhadap kota-kota dan infrastruktur Ukraina, bersama dengan berbagai rudal.
Angkatan Udara Ukraina mengatakan pada bulan Desember bahwa Rusia telah meluncurkan tak kurang dari 3.700 drone Shahed selama perang. Serangan drone tersebut dapat terbang ratusan kilometer dan meledak saat terjadi benturan.
Baca Juga: Prancis Uji Coba Rudal Balistik Jarak Jauh M51.3, Ini Tujuannya
Orang-orang Ukraina menyebut mereka "moped" karena suara mesinnya yang khas; pertahanan udara menembak jatuh puluhan dari mereka setiap minggu.
Iran awalnya membantah menyediakan drone ke Rusia. Tetapi beberapa bulan kemudian mengatakan telah menyediakan sejumlah kecil sebelum Moskow meluncurkan perang terhadap Ukraina pada tahun 2022.
"Mereka yang menuduh Iran menyediakan senjata kepada salah satu pihak dalam perang Ukraina melakukannya untuk tujuan politik," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani pada hari Senin, ketika ditanya tentang pengiriman drone Tehran ke Rusia.
"Iran tidak memberikan drone kepada Rusia untuk berpartisipasi dalam perang dengan Ukraina." katanya.
Rob Lee, seorang senior fellow di Foreign Policy Research Institute, sebuah lembaga pemikiran berbasis di Philadelphia, mengatakan pasokan rudal Fateh-100 dan Zolfaghar dari Iran akan memberikan Rusia keunggulan lebih besar di medan perang.
"Mereka dapat digunakan untuk menyerang target militer pada kedalaman operasional, dan rudal balistik lebih sulit bagi pertahanan udara Ukraina untuk dicegat," kata Lee.
SELANJUTNYA>>>
Memperkuat Kerjasama
Memperkuat Kerjasama Tehran -Moskow
Penguasa keras Iran secara konsisten telah berusaha untuk memperdalam hubungan dengan Rusia dan Cina, bertaruh bahwa akan membantu Tehran untuk melawan sanksi AS dan mengakhiri isolasi politiknya.
Kerja sama pertahanan antara Iran dan Rusia telah meningkat sejak Moskow mengirim puluhan ribu tentara untuk menyerang Ukraina pada Februari 2022.
Mengutip media negara Iran IRNA, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu bertemu dengan kepala Angkatan Udara Garda Revolusi Iran, Amirali Hajizadeh, di Tehran pada bulan September 2023, ketika drone, rudal, dan sistem pertahanan udara Iran dipamerkan untuknya.
Dan bulan lalu, kementerian luar negeri Rusia mengatakan mereka mengharapkan Presiden Vladimir Putin dan rekan sejawatnya dari Iran, Ebrahim Raisi, untuk menandatangani perjanjian kerjasama baru yang luas segera, menyusul pembicaraan di Moskow pada bulan Desember.
Baca Juga: Korea Utara Diduga Telah Menembakkan Rudal Balistik
"Kemitraan militer ini dengan Rusia telah menunjukkan kepada dunia kemampuan pertahanan Iran," kata pejabat militer itu. "Ini tidak berarti kami memihak Rusia dalam konflik Ukraina."
Taruhannya tinggi bagi penguasa keras Iran dalam perang antara Israel dan kelompok Islamis Palestina Hamas yang pecah setelah 7 Oktober. Mereka juga menghadapi ketidaksetujuan yang meningkat di dalam negeri atas kesulitan ekonomi dan pembatasan sosial.
Sementara Tehran mencoba menghindari konfrontasi langsung dengan Israel yang bisa menarik Amerika Serikat, sekutu Poros Perlawanan mereka - termasuk Hizbullah di Lebanon dan Houthi di Yaman - telah menyerang target-target Israel dan AS.
Diplomat Barat yang diberi informasi tentang masalah ini mengonfirmasi pengiriman rudal balistik Iran ke Rusia dalam beberapa minggu terakhir, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Baca Juga: Korut Uji Coba Mesin Berbahan Bakar Padat Baru untuk Rudal Balistik Jarak Menengah
Dia mengatakan negara-negara Barat khawatir bahwa transfer balasan Rusia senjata ke Iran bisa memperkuat posisinya dalam konflik yang mungkin dengan Amerika Serikat dan Israel.
Iran mengatakan pada bulan November bahwa mereka telah menyelesaikan pengaturan untuk Rusia menyediakan jet tempur Su-35, helikopter serangan Mi-28, dan pesawat pelatihan pilot Yak-130.
Analis Gregory Brew di Eurasia Group, sebuah konsultan risiko politik, mengatakan Rusia adalah sekutu yang nyaman bagi Iran.
"Hubungan ini bersifat transaksional: sebagai imbalan atas drone, Iran mengharapkan lebih banyak kerjasama keamanan dan senjata canggih, terutama pesawat modern," katanya.