Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM. Israel melancarkan tahap utama serangan darat besar-besaran ke Kota Gaza pada Selasa (16/9/2025), disertai serangan udara dan artileri paling intens dalam dua tahun terakhir perang.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, menyebut situasi ini dengan pernyataan: “Gaza sedang terbakar.”
Seorang pejabat militer Israel mengatakan pasukan darat bergerak semakin dalam menuju pusat kota. Jumlah pasukan akan ditambah dalam beberapa hari mendatang untuk menghadapi sekitar 3.000 pejuang Hamas yang diyakini masih bertahan.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza City, Korban Sipil Bertambah dan Warga Mengungsi
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 40 orang tewas pada awal serangan. Warga menggambarkan ledakan besar yang meluluhlantakkan menara perumahan, masjid, sekolah, dan jalan-jalan kota.
Ribuan warga berbondong-bondong mengungsi ke selatan dengan kereta keledai, becak, kendaraan penuh sesak, atau berjalan kaki.
“Mereka menghancurkan tiang-tiang kota, memusnahkan ingatan kami,” kata Abu Tamer (70), yang mengungsi bersama keluarganya.
Meski demikian, sebagian warga tetap bertahan. “Melarikan diri sama saja menuju kematian. Jadi kami tidak pergi,” ujar Um Mohammad, warga Sabra, wilayah yang terus digempur tank dan serangan udara.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza City, Puluhan Tewas, Tuduhan Genosida Meningkat
Pihak Israel menyebut sekitar 350.000 warga telah meninggalkan Kota Gaza, sementara hampir dua kali lipat jumlah itu masih bertahan.
Dukungan Amerika untuk Israel
Sehari sebelum eskalasi, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menyatakan dukungan terhadap keputusan Israel mengabaikan perundingan gencatan senjata.
Rubio menegaskan satu-satunya jalan mengakhiri perang adalah Hamas membubarkan diri, melucuti senjata, dan membebaskan seluruh sandera.
Hamas menolak, dengan syarat pembebasan sandera hanya bisa terjadi dalam kerangka gencatan senjata permanen dan penarikan Israel dari Gaza.
Wilayah selatan yang disebut Israel sebagai zona kemanusiaan kini menampung hampir seluruh penduduk Gaza. PBB dan berbagai lembaga kemanusiaan mengecam hal ini sebagai pengusiran massal dan memperingatkan kondisi buruk akibat kekurangan makanan, obat-obatan, ruang tinggal, dan sanitasi.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza City, Warga Diminta Tinggalkan Kota
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan tiga orang, termasuk seorang anak, meninggal karena kelaparan dalam 24 jam terakhir. Total korban akibat kelaparan mencapai 428 jiwa, sebagian besar dalam dua bulan terakhir. Israel membantah skala kelaparan itu.
Komisi Penyelidikan PBB juga menyimpulkan bahwa Israel melakukan genosida di Gaza dan menuduh sejumlah pejabat tinggi, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menghasut tindakan tersebut. Israel menolak tuduhan itu sebagai palsu dan memalukan.
Kekhawatiran dari Dalam Israel
Di internal militer Israel, sejumlah komandan memperingatkan operasi darat ke Gaza bisa membahayakan sandera yang masih ditahan Hamas dan berisiko menjadi “jebakan maut” bagi pasukan. Kepala Staf Eyal Zamir disebut mendesak Netanyahu mempertimbangkan kembali opsi gencatan senjata.
Keluarga sandera juga memprotes di depan kediaman Netanyahu. “Anak-anak kami di Gaza sedang dibombardir atas perintah perdana menteri,” kata Anat Angrest, ibu salah satu sandera.
Baca Juga: Israel Gempur Gaza City, Serangan Darat Terbesar Pecah! Ribuan Warga Mengungsi
Hamas melancarkan serangan ke Israel pada Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 251 sandera. Israel menyebut 20 dari 48 sandera yang tersisa diyakini masih hidup.
Sejak saat itu, ofensif militer Israel telah menewaskan lebih dari 64.000 warga Palestina, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza.