Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lucy Guo, salah satu pendiri Scale AI yang kini menjadi triliuner di usia 30 tahun, menyampaikan pandangan kontroversial soal keseimbangan hidup dan kerja.
Menurutnya, jika seseorang merasa perlu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi, mungkin itu pertanda mereka tidak berada di jalur karier yang tepat.
"Saya mungkin tidak punya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi," ujar Guo dalam wawancara dengan Fortune.
"Tapi bekerja tidak terasa seperti beban bagi saya. Saya menikmati pekerjaan saya. Jika Anda merasa perlu menyeimbangkan keduanya, bisa jadi Anda tidak memilih pekerjaan yang sesuai," ucapnya.
Baca Juga: Triliuner Muda Lucy Guo Masih Suka Beli Makanan Promo Beli Satu Gratis Satu
Guo merupakan figur milenial sukses yang membangun kekayaannya dari industri teknologi setelah keluar dari bangku kuliah.
Ia dikenal dengan rutinitas kerja ekstrem: bangun pukul 05.30 pagi dan tidur tengah malam. Bagi Guo, bekerja selama 90 jam seminggu bukanlah pengorbanan, melainkan bentuk dedikasi terhadap sesuatu yang ia cintai.
Setelah meninggalkan Scale AI, perusahaan rintisan yang saham 5%-nya kini bernilai sekitar US$ 1,2 miliar, Guo kini memimpin startup komunitas kreator bernama Passes.
Meski memiliki jadwal padat, ia tetap menyisihkan waktu satu hingga dua jam untuk keluarga dan teman-teman. “Anda harus selalu menyempatkan waktu untuk itu, betapapun sibuknya Anda,” ujarnya.
Rutinitas Kerja Harian
Hari-hari Guo dimulai pukul 05.30 pagi dengan olahraga intensif di Barry’s. Setelah itu, ia langsung masuk kantor. Aktivitasnya bervariasi, mulai dari kegiatan promosi, diskusi dengan tim humas, membuat podcast, hingga meninjau produk dan pengalaman pengguna.
Baca Juga: Lucy Guo Geser Taylor Swift: Miliarder Perempuan Termuda Berkat Ledakan AI
Ia bekerja hingga tengah malam, dan bahkan masih aktif memantau kotak masuk layanan pelanggan.
Guo menekankan pentingnya layanan pelanggan bagi startup. Ia bahkan memberi tenggat waktu lima menit kepada timnya untuk merespons keluhan sebelum ia turun tangan langsung.
"Pelayanan pelanggan yang luar biasa membuat startup menonjol dari perusahaan besar. Jika Anda ingin berkembang, reputasi adalah segalanya," tegasnya.
Budaya Kerja 996
Pandangan Guo mencerminkan filosofi kerja "996" yang berasal dari China, bekerja dari pukul 09.00 hingga 21.00 selama enam hari seminggu, yang kini mulai diadopsi oleh sejumlah pendiri startup di Barat. Budaya ini menekankan dedikasi penuh terhadap perusahaan dan produk.
Harry Stebbings, pendiri dana investasi 20VC, menyatakan bahwa Silicon Valley kini “meningkatkan intensitasnya,” dan menyarankan pendiri Eropa mengikuti tren tersebut.
Baca Juga: Lucy Guo Geser Taylor Swift: Miliarder Perempuan Termuda Berkat Ledakan AI
“Bekerja tujuh hari seminggu adalah kecepatan yang dibutuhkan untuk menang saat ini,” tulisnya di LinkedIn.
Hal ini diamini oleh Martin Mignot dari Index Ventures, yang menyebut bahwa filosofi kerja 996 kini telah menjadi standar diam-diam di industri teknologi global.
CEO Global Jalani Pola Serupa
Bukan hanya para pendiri startup, para CEO korporasi besar pun menunjukkan pola kerja yang serupa. Leah Cotterill, CEO Cigna Healthcare Timur Tengah dan Afrika, mengaku bekerja penuh dari Senin hingga Kamis, dan baru mencoba “menguranginya” pada Jumat untuk akhir pekan.
Putri Noura binti Faisal Al Saud, CEO Culture House, menyebut dirinya sebagai pekerja keras sejati. “Saya selalu bekerja 24/7. Saya tidak pernah benar-benar berhenti karena saya menyukai pekerjaan saya,” katanya.
Bagi generasi muda yang mengutamakan keseimbangan hidup, tren ini menjadi tantangan tersendiri.
Dalam sebuah memo internal yang bocor, salah satu pendiri Google, Sergey Brin, bahkan menyebut bahwa bekerja 60 jam seminggu adalah "jumlah optimal" bagi mereka yang ingin sukses di industri AI.