kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika negara miskin tidak divaksinasi, negara kaya yang akan menderita


Senin, 25 Januari 2021 / 05:00 WIB
Jika negara miskin tidak divaksinasi, negara kaya yang akan menderita


Sumber: New York Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Prof Demiralp mencatat bahwa inisiatif filantropi global yang dikenal sebagai Akselerator ACT -yang bertujuan untuk menyediakan sumber daya pandemi ke negara-negara berkembang- telah mendapatkan komitmen kurang dari US$ 11 miliar menuju target US$ 38 miliar. Studi ini memaparkan alasan ekonomi untuk menutup kesenjangan.

Sisa kekurangan dana senilai US$ 27 miliar mungkin terlihat seperti jumlah yang sangat besar. Akan tetapi, jumlah tersebut sangat kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk membiarkan pandemi terus berlanjut.

Riset tersebut juga menegaskan, dalam ranah perdagangan internasional, tidak ada yang dapat bersembunyi dari virus corona. Rantai pasokan global yang vital bagi industri akan terus terganggu selama virus tetap menjadi kekuatan.

Sebuah tim ekonom yang berafiliasi dengan Koc University, Harvard University dan University of Maryland memeriksa data perdagangan di 35 industri di 65 negara, menghasilkan eksplorasi ekstensif tentang dampak ekonomi akibat dari distribusi vaksin yang tidak merata.

Baca Juga: Terus bermutasi, ini tips mencegah penularan virus corona varian baru menurut ahli

Jika orang-orang di negara berkembang tetap tidak bekerja karena penguncian yang diperlukan untuk menghentikan penyebaran virus, mereka akan memiliki lebih sedikit uang untuk dibelanjakan, mengurangi penjualan untuk eksportir di Amerika Utara, Eropa dan Asia Timur. Perusahaan multinasional di negara maju juga akan berjuang untuk mendapatkan suku cadang, komponen, dan komoditas yang dibutuhkan.

Melansir New York Times, inti dari cerita ini adalah kenyataan bahwa sebagian besar perdagangan internasional tidak melibatkan barang jadi tetapi suku cadang yang dikirim dari satu negara ke negara lain untuk kemudian dijadikan produk. Menurut Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan, dari barang senilai US$ 18 triliun yang diperdagangkan tahun lalu, yang disebut barang setengah jadi mewakili US$ 11 triliun.

Baca Juga: Joe Biden: Jumlah kematian di AS karena corona bisa lampaui 500.000 orang bulan depan

Studi tersebut juga menemukan bahwa pandemi yang berlanjut di negara-negara miskin kemungkinan akan menjadi yang terburuk untuk industri yang sangat bergantung pada pemasok di seluruh dunia, di antaranya otomotif, tekstil, konstruksi dan ritel, di mana penjualan dapat menurun lebih dari 5%.

Temuan ini menambah lapisan rumit pada asumsi dasar bahwa pandemi akan membuat ekonomi dunia lebih tidak setara dari sebelumnya. Meskipun ini tampak benar, satu bentuk ketidaksetaraan yang mencolok - akses ke vaksin - dapat menimbulkan masalah universal.

Selanjutnya: Kemenkes berharap WNI di luar negeri mendapat vaksin Covid-19 dari negara setempat




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×