Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Ribuan warga Amerika Serikat turun ke jalan dalam aksi bertajuk “No Kings” pada Sabtu (18/10/2025), untuk menggelar aksi protes atas apa yang mereka anggap sebagai kecenderungan otoriter dan praktik korupsi yang tak terkendali dari Presiden AS Donald Trump.
Reuters melaporkan, peserta aksi datang dari berbagai usia — termasuk keluarga dengan anak dan hewan peliharaan — dalam demonstrasi yang digelar di lebih dari 2.600 lokasi, dari kota besar hingga pinggiran, menantang agenda pemerintahan Trump yang dinilai telah mengubah wajah pemerintahan dan mengguncang norma demokrasi dengan kecepatan luar biasa sejak ia menjabat pada Januari lalu.
Menurut laporan, aksi berlangsung meriah namun tertib, banyak peserta mengenakan pakaian berwarna merah, putih, dan biru, sebagian membawa balon dan kostum karakter. Polisi New York menyebut sekitar 100.000 orang turun ke jalan di lima wilayah kota tanpa satu pun penangkapan terkait aksi tersebut.
“Tak ada yang lebih Amerika daripada mengatakan ‘Kita tidak punya raja’ dan menggunakan hak kita untuk melakukan protes damai,” ujar Leah Greenberg, salah satu pendiri kelompok progresif Indivisible yang menjadi penggagas aksi tersebut.
Baca Juga: Warga AS Ramai Galang Dana di GoFundMe Demi Beli Bahan Makanan
Protes ini mencerminkan meningkatnya kegelisahan warga AS — terutama dari kubu progresif — terhadap berbagai kebijakan Trump, mulai dari penuntutan terhadap lawan politik, pengetatan imigrasi dengan pendekatan militer, hingga pengiriman pasukan Garda Nasional ke kota-kota.
Trump dalam wawancara dengan Fox Business menanggapi protes itu dengan singkat:
“Mereka menyebut saya sebagai raja — saya bukan raja,” katanya.
Lebih dari 300 organisasi akar rumput ikut mengoordinasikan aksi ini. American Civil Liberties Union (ACLU) bahkan memberikan pelatihan hukum dan teknik “de-eskalasi” bagi ribuan relawan pengawas lapangan.
Protes “No Kings” juga mendapat dukungan dari sejumlah tokoh Partai Demokrat, mulai dari Chuck Schumer hingga Alexandria Ocasio-Cortez.
Baca Juga: AS Desak IMF dan Bank Dunia Bersikap Lebih Keras terhadap Praktik Ekonomi China
Sementara itu, pihak Partai Republik menilai aksi ini anti-Amerika. Ketua DPR Mike Johnson menyebutnya sebagai “aksi kebencian terhadap Amerika”, sementara sebagian anggota partai menuduh para penyelenggara mendorong potensi kekerasan politik, terutama setelah peristiwa pembunuhan aktivis sayap kanan Charlie Kirk bulan lalu.
Profesor Dana Fisher dari American University memperkirakan protes kali ini bisa menjadi salah satu unjuk rasa terbesar dalam sejarah modern AS, dengan perkiraan lebih dari 3 juta peserta.
Tonton: Tok!...Presiden AS Donald Trump Resmi Teken Perintah Eksekutif Akuisisi TikTok Amerika
Fisher menambahkan, “Aksi ini mungkin tidak langsung mengubah kebijakan Trump, tapi bisa memberi semangat bagi pejabat terpilih di berbagai level yang menentang arah kepemimpinannya.”