kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.428.000   -57.000   -2,29%
  • USD/IDR 16.602   11,00   0,07%
  • IDX 7.916   -209,10   -2,57%
  • KOMPAS100 1.090   -29,49   -2,63%
  • LQ45 772   -7,67   -0,98%
  • ISSI 281   -10,34   -3,54%
  • IDX30 401   -4,69   -1,16%
  • IDXHIDIV20 453   -1,70   -0,37%
  • IDX80 121   -1,88   -1,53%
  • IDXV30 129   -2,46   -1,87%
  • IDXQ30 127   -0,85   -0,66%

Warga AS Ramai Galang Dana di GoFundMe Demi Beli Bahan Makanan


Sabtu, 18 Oktober 2025 / 22:03 WIB
Warga AS Ramai Galang Dana di GoFundMe Demi Beli Bahan Makanan
ILUSTRASI. Seorang wanita menarik kereta belanja melalui lorong toko Target di Torrington, Connecticut, 25 November 2011.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  Platform penggalangan dana GoFundMe kini ramai digunakan untuk tujuan yang tak biasa: membeli bahan makanan. 

Fenomena ini diungkap langsung oleh CEO GoFundMe, Tim Cadogan, yang menyebut semakin banyak warga Amerika Serikat menggunakan platformnya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, bukan lagi untuk keadaan darurat seperti bencana atau biaya pengobatan.

Dalam wawancara dengan Yahoo! Finance dan podcast Opening Bid Unfiltered, Cadogan menjelaskan bahwa lonjakan kampanye untuk kebutuhan dasar seperti sembako menjadi sinyal baru dari tekanan ekonomi yang terus memburuk. 

“Harga kebutuhan hidup dasar meningkat drastis dalam tiga tahun terakhir di hampir semua pasar kami,” ujarnya seperti dilansir dari Fortune, Sabtu (18/10/2025).

Baca Juga: AS Desak IMF dan Bank Dunia Bersikap Lebih Keras terhadap Praktik Ekonomi China

Kondisi ini mencerminkan realitas baru bagi banyak rumah tangga Amerika. Meski inflasi telah melambat dari puncaknya, harga yang sudah terlanjur tinggi tetap membebani anggaran keluarga. 

Biaya bahan makanan, sewa rumah, hingga perawatan anak kini berada di level yang jauh lebih mahal dibanding dua hingga tiga tahun lalu. Sementara sebagian pekerja memang mendapat kenaikan upah, banyak di antaranya tertinggal oleh laju kenaikan harga. 

Akibatnya, rumah tangga tanpa tabungan harus berputar otak: menunda pembayaran tagihan, menumpuk utang kartu kredit, hingga akhirnya meminta bantuan lewat dunia maya.

GoFundMe yang dulunya identik dengan solidaritas untuk korban bencana kini berubah fungsi menjadi semacam jaring pengaman sosial alternatif. Ketika pendapatan tak lagi cukup untuk membeli kebutuhan dasar, crowdfunding menjadi pilihan terakhir bagi banyak keluarga.

Baca Juga: Ekonom Sebutkan 3 Hal yang Menciptakan Badai Sempurna bagi Ekonomi AS, Apa Saja?

Tekanan ekonomi juga makin terasa akibat bunga pinjaman kartu kredit dan kredit kendaraan yang tinggi, ditambah dengan kewajiban membayar kembali pinjaman mahasiswa setelah masa penundaan panjang. 

Kondisi ini mendorong banyak warga menggantungkan harapan pada solidaritas komunitas dan para dermawan daring untuk bertahan hidup. Di sisi lain, Cadogan melihat fenomena ini sebagai peluang untuk mengubah pola filantropi di Amerika.

Saat generasi baby boomer bersiap mewariskan puluhan triliun dolar kepada generasi berikutnya, muncul pertanyaan besar: apakah kekayaan itu akan mengalir untuk membantu mereka yang kesulitan?

Tingkat donasi di AS selama ini stagnan di sekitar 2% dari PDB. Padahal, pasar keuangan dan aset seperti saham serta properti terus mencatatkan rekor. 

Baca Juga: Shutdown Pemerintah AS Timbulkan Ketidakpastian, Dampak ke Ekonomi Tak Signifikan

Cadogan berharap generasi muda seperti milenial dan Gen Z yang dikenal lebih peduli nilai sosial dan melek digital dapat mendorong budaya memberi yang lebih luas dan berkelanjutan.

Ia menilai, jika kemudahan teknologi, transparansi, dan program seperti employer matching atau dana donor berbasis komunitas terus berkembang, maka donasi kecil bisa berdampak besar bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Namun untuk saat ini, meningkatnya penggalangan dana untuk bahan makanan menjadi potret nyata betapa rapuhnya kondisi keuangan masyarakat. 

Baca Juga: Bagaimana Tarif Trump Mempengaruhi Ekonomi AS? Ini Jawaban ChatGPT

Di tengah cerita tentang transfer kekayaan besar-besaran antar generasi, muncul tantangan moral: bisakah empati dan solidaritas juga “ditransfer”, agar tak ada lagi warga yang harus mengemis bantuan hanya untuk bisa makan malam?

Selanjutnya: Pelajaran Abadi Warren Buffett, Saat Takut dan Serakah Jadi Kunci Sukses Investasi

Menarik Dibaca: Ingin Rumah Terasa Tenang dan Nyaman? Coba Terapkan Skema Warna Ini




TERBARU

[X]
×