Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sandy Baskoro
CALIFORNIA. Hidup sebagai perantauan yang serba pas-pasan menjadi hikmah tersendiri bagi Jan Koum. Jarak yang jauh antara kampung halamannya Ukraina dan Amerika Serikat, negeri tempat dia bermigrasi, memunculkan kesadaran tentang pentingnya teknologi informasi dan komunikasi. Apalagi, ketika remaja, Koum merasa kesulitan berkomunikasi dengan keluarganya di Ukraina dan Rusia.
Berbekal pengalaman pahit dan ketertarikannya pada teknologi sistem komputer, Koum beserta temannya mendirikan WhatsApp Inc, pada tahun 2009 silam. Nama Koum kian melambung ketika WhatsApp diakuisisi oleh Facebook dengan nilai transaksi mencapai US$ 19 miliar. Lalu bagaimana mulanya Koum menciptakan WhatsApp?
Setelah tak lagi melanjutkan kuliah, Koum memilih bekerja di Yahoo Inc, perusahaan internet yang berbasis di AS. Di sana dia bertemu dengan Brian Acton, yang belakangan menjadi rekannya dengan mendirikan WhatsApp.
Mereka berdua menjadi sahabat karib, terutama ketika ibunda Koum meninggal dunia pada tahun 2000. Merasa kurang cocok bekerja di Yahoo, Koum dan Acton memutuskan meninggalkan perusahaan tersebut pada tahun 2007. Di Yahoo, kedua orang ini banyak belajar tentang teknologi komunikasi.
Selepas keluar dari Yahoo, Koum dan Acton menghabiskan satu tahun menjelajah AS. Setelah itu, mereka mendirikan WhatsApp dengan meluncurkan aplikasi WhatsApp, ciptaan Koum.
Kedua orang ini juga membangun filosofi bisnis WhatsApp secara sederhana. Hal ini tergambar dari moto WhatsApp: No Ads! No Games! No Gimmicks!
Prinsipnya, Koum dan Acton sangat menghargai privasi pengguna WhatsApp. Intinya, mereka tidak ingin pesan yang mengalir melalui telepon direcoki dengan aneka iklan, gim dan sejenisnya. Oleh karena itu, WhatsApp tidak pernah mengumpulkan informasi personal, seperti nama dan usia pengguna aplikasi mereka.
Layanan pesan instan yang dibangun Koum menjadi berbeda dengan layanan pesan instan lain yang banyak bertebaran saat ini. "Layanan kami didedikasikan berdasarkan pengalaman Jan Koum saat tumbuh dewasa di negara komunis yang serba ketat mengatur privasi masyarakat," terang Jim Goetz, pengusaha modal ventura, yang menjadi rekan Koum di WhatsApp, dalam blog-nya. Kehidupan masa kecil Koum membuat dia mengapresiasi sebuah komunikasi tanpa sadap dan tanpa rekam.
Sebelum memilih nama Whats-App, Koum berpikir aplikasi ini akan terlihat keren jika ditambahkan bagian status yang menunjukkan aktivitas individu pengguna, misalnya, baterai habis atau sedang senam. Kala itu, Koum membutuhkan sebuah perusahaan developer untuk menerjemahkan keinginannya. Seorang rekan bernama Fishman mempertemukan Koum kepada Igor Solomennikov, seorang developer asal Rusia.
Setelah semuanya siap, Koum dengan cermat memilih nama WhatsApp. Ini karena mirip dengan ucapan menanyakan kabar dalam bahasa Inggris "Whats up". Sepekan kemudian, di hari ulang tahunnya pada 24 Februari 2009, Koum merilis WhatsApp di California AS.
Saat itu, aplikasi WhatsApp belum dipatenkan. Koum menghabiskan hari-harinya dengan menciptakan kode yang dapat menyelaraskan aplikasinya dengan semua jenis nomor telepon di dunia. Dia menghabiskan berbulan-bulan untuk memperbarui ratusan nomor regional.
Awalnya aplikasi WhatsApp sering mengalami gangguan. Saat pertama kali merilis WhatsApp 2.0, penggunanya baru 250.000-an. Kini, pengguna aktif WhatsApp mencapai 450 juta per bulan. (Bersambung)