Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Rencana pemerintahan Trump untuk menaikkan tarif visa kerja H-1B secara drastis menuai kekhawatiran dari kelompok kesehatan di Amerika Serikat (AS).
Mereka menilai kebijakan ini berpotensi memperparah krisis kekurangan tenaga medis, di tengah survei yang menunjukkan lebih dari separuh tenaga kesehatan mempertimbangkan pindah kerja dalam setahun ke depan.
Baca Juga: China Ambil Untung dari Kebijakan Visa H-1B Amerika, Ini yang Dilakukan Tiongkok
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (U.S. Department of Homeland Security) sedang meninjau perubahan kebijakan yang akan meningkatkan biaya pengajuan visa H-1B hingga maksimal US$100.000, jauh melompat dari tarif saat ini yang hanya US$4.500.
Program H-1B memungkinkan perusahaan di AS merekrut tenaga asing dengan keahlian khusus di bidang teknologi, teknik, kedokteran, dan akademisi.
Dalam sektor kesehatan, visa ini menjadi jalur utama untuk menarik lulusan kedokteran internasional maupun tenaga medis yang dididik di luar negeri.
Ketergantungan Sistem Kesehatan pada Dokter Asing
American Academy of Family Physicians (AAFP) menegaskan bahwa lebih dari 20% dokter keluarga di AS merupakan lulusan kedokteran internasional, dengan porsi besar melayani daerah pedesaan.
Baca Juga: Trump Ubah Aturan Visa H-1B, Tenaga Kerja Asing Bergaji Besar Jadi Prioritas
Data dari U.S. Citizenship and Immigration Services mencatat, pada tahun fiskal 2025 terdapat sekitar 442.000 penerima manfaat visa H-1B di semua sektor, dengan 5.640 permohonan disetujui khusus untuk industri kesehatan dan layanan sosial.
Asosiasi Medis Amerika (American Medical Association/AMA) memperingatkan bahwa biaya hingga US$100.000 berisiko “mencekik” aliran dokter asing ke AS.
“Dengan AS sudah menghadapi kekurangan dokter, membuat jalur lebih sulit bagi lulusan kedokteran internasional untuk berlatih di sini berarti pasien harus menunggu lebih lama dan menempuh perjalanan lebih jauh untuk mendapatkan perawatan,” kata Presiden AMA, Bobby Mukkamala.
Rumah Sakit Makin Tertekan
Kelompok rumah sakit dan asosiasi dokter mengingatkan bahwa kenaikan biaya tersebut bisa mengurangi tajam jumlah dokter lulusan luar negeri yang masuk ke sistem kesehatan AS.
Baca Juga: JPMorgan Kaget! Biaya Visa H-1B AS Tembus Rp1,5 Miliar
Hal ini akan memperberat beban tenaga medis domestik dan mengurangi jumlah spesialis di berbagai rumah sakit.
Asosiasi Rumah Sakit Amerika (American Hospital Association/AHA) menilai program H-1B adalah instrumen vital untuk mengisi kekosongan tenaga kerja jangka pendek.
“Program visa H-1B berperan krusial dalam memungkinkan rumah sakit merekrut dokter dan tenaga kesehatan berkeahlian tinggi guna memastikan akses layanan bagi komunitas dan pasien,” kata juru bicara AHA, sambil menambahkan pihaknya tengah melobi agar tenaga kesehatan dikecualikan dari kenaikan biaya.
AAFP mencatat, hampir 21 juta orang Amerika tinggal di wilayah di mana lebih dari separuh dokter merupakan lulusan luar negeri.
Beberapa jaringan rumah sakit besar, termasuk OhioHealth, Cleveland Clinic, Cedars-Sinai, dan Mass General Brigham, menyatakan sedang menilai dampak kebijakan baru terhadap operasional mereka.
Baca Juga: Apa itu visa H-1B yang Tengah Viral di Amerika? Ini Penjelasannya
Menurut proyeksi Asosiasi Fakultas Kedokteran Amerika (Association of American Medical Colleges/AAMC), AS berpotensi mengalami kekurangan antara 13.500 hingga 86.000 dokter pada 2036, seiring pertumbuhan permintaan yang jauh lebih cepat daripada pasokan tenaga medis.