Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas.
Salah satu pejabat tinggi China yang mengawasi urusan Hong Kong, Xia Baolong, menyebut perang tarif yang dilancarkan AS sebagai tindakan "sangat memalukan" dan bertujuan "mengambil nyawa Hong Kong".
Baca Juga: China Tuding NSA AS Lakukan Serangan Siber Canggih, Tiga Agen Masuk Daftar Buronan
Pernyataan keras ini disampaikan Xia, Direktur Kantor Urusan Hong Kong dan Makau di bawah Dewan Negara China, dalam pidato yang disiarkan televisi saat peringatan Hari Pendidikan Keamanan Nasional di Hong Kong, Selasa (15/4).
"Bangsa China, termasuk rakyat Hong Kong, tidak pernah takut pada penindasan. Ancaman dan pemaksaan bukanlah cara yang tepat untuk berurusan dengan China," tegas Xia.
Ia bahkan menyindir, "Biarkan para petani di Amerika menangis di hadapan 5.000 tahun peradaban China."
Komentar tersebut muncul di tengah aksi saling balas tarif antara dua ekonomi terbesar dunia.
China baru saja menaikkan tarif impor atas barang-barang AS hingga 125%, sebagai respons atas keputusan Presiden AS Donald Trump yang secara efektif menaikkan tarif produk China menjadi 145%.
Baca Juga: AS-China Panas, Terjadi Ledakan Perdagangan Emas di Tiongkok
Sebelumnya, Wakil Presiden AS JD Vance melontarkan pernyataan kontroversial bahwa AS "meminjam dan membeli dari petani-petani China", yang kemudian menuai kecaman dari Beijing.
Hong Kong, sebagai Daerah Administratif Khusus China, kini turut terdampak kebijakan tarif AS. Washington tidak lagi menganggap Hong Kong sebagai entitas dagang yang terpisah dari China daratan, menyusul pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional di kota tersebut.
Meski demikian, Pemimpin Eksekutif Hong Kong, John Lee, menyatakan pekan lalu bahwa pihaknya tidak berencana membalas dengan tarif balasan terhadap AS.
Hong Kong tetap mempertahankan statusnya sebagai pusat perdagangan bebas internasional.
Sementara itu, pemerintah Beijing menyebut strategi tarif Presiden Trump sebagai "lelucon" dan tidak akan menggoyahkan sikap China dalam menghadapi tekanan asing.