Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyatakan terbuka untuk berdialog dengan Amerika Serikat (AS) jika Washington berhenti menuntut negaranya melepaskan senjata nuklir. Namun, ia menegaskan Pyongyang tidak akan pernah menyerahkan persenjataan nuklirnya hanya demi pencabutan sanksi.
Pernyataan itu disampaikan Kim dalam pidatonya di Majelis Rakyat Tertinggi pada Minggu, menurut laporan media pemerintah KCNA.
Ia bahkan menyebut masih menyimpan kenangan baik terhadap Presiden AS Donald Trump, yang tiga kali bertemu dengannya pada periode pertama kepemimpinan Trump.
Baca Juga: Kim Jong Un Nyatakan Dukung Tanpa Syarat terhadap Rusia dalam Konflik Ukraina
Komentar Kim muncul di tengah dorongan pemerintahan baru di Seoul agar Trump kembali memimpin upaya membuka dialog dengan Pyongyang, enam tahun setelah perundingan damai terakhir gagal akibat sengketa soal sanksi dan pembongkaran nuklir.
“Jika Amerika Serikat melepaskan obsesi tidak masuk akal soal denuklirisasi, menerima kenyataan, dan menginginkan koeksistensi damai, maka tidak ada alasan bagi kami untuk menolak duduk bersama,” kata Kim.
Menurut Rachel Minyoung Lee, analis dari Stimson Center di AS, pernyataan ini merupakan undangan bagi Trump untuk meninjau ulang kebijakan Washington. “Jika denuklirisasi ditinggalkan, Kim membuka peluang pertemuan langsung dengan Trump,” ujarnya.
Baca Juga: Misteri Kim Jong Un: Kursi hingga Gelas Dibersihkan Setelah Jumpa Putin
Namun, sikap hangat Kim terhadap Trump berbanding terbalik dengan penegasannya bahwa Korea Utara tidak akan pernah menyerahkan senjata nuklir ataupun berdialog dengan Korea Selatan, yang disebutnya sebagai musuh utama.
Ia menilai pembangunan senjata nuklir merupakan kebutuhan untuk bertahan hidup menghadapi ancaman dari AS dan Korea Selatan melalui latihan militer gabungan yang disebutnya menyerupai simulasi perang nuklir.
Sementara itu, Presiden Korea Selatan Lee Jae Myung dalam wawancara dengan Reuters menyebut Korea Utara diperkirakan memproduksi 15–20 bom nuklir per tahun.
Menurutnya, kesepakatan untuk membekukan produksi saja akan menjadi langkah awal menuju pengurangan, dan pada akhirnya denuklirisasi penuh bila kepercayaan dan jaminan keamanan rezim bisa dipulihkan.
Baca Juga: Bagaimana Cara Kim Jong Un Mengunjungi China? Ini Alat Transportasinya
Namun, Kim menolak mentah-mentah gagasan tersebut. Ia menuding rencana bertahap Seoul dan Washington tidak tulus karena tetap bertujuan melemahkan Korea Utara. “Dunia sudah tahu apa yang dilakukan Amerika setelah membuat sebuah negara melepaskan senjata nuklirnya,” tegas Kim.
Sejak uji coba nuklir pertamanya pada 2006, Korea Utara menghadapi sanksi dan embargo senjata PBB. Meski sanksi itu menekan, Pyongyang tetap melanjutkan pengembangan senjata nuklir dan rudal balistik.
Presiden Lee menilai strategi sanksi dan tekanan justru memperburuk masalah. Ia juga mendorong agar Trump dan Kim dapat bertemu saat Trump berkunjung ke Seoul bulan depan dalam rangka KTT Asia-Pasifik.
Baca Juga: Kim Jong Un Terapkan Protokol Ekstrem untuk Lindungi Kesehatan dari Intelijen Asing
Namun, analis menilai ucapan Kim justru ditujukan untuk menyingkirkan peran Korea Selatan dari isu nuklir Korea Utara. “Kini tugas utama kita adalah menciptakan kondisi bagi dimulainya kembali dialog,” ujar Presiden Lee.