Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasar mungkin telah melewati ujian penting dari laporan kinerja Nvidia, namun kemampuan raksasa teknologi untuk menggerakkan sentimen pasar dalam sekejap tetap menjadi perhatian investor, terutama di tengah valuasi yang kian melambung.
Perusahaan AI favorit investor, Nvidia, pada Rabu (19/11/2025) mengejutkan Wall Street dengan pertumbuhan yang kembali meningkat setelah beberapa kuartal penjualan melambat, disertai proyeksi kinerja kuartal keempat yang melampaui ekspektasi.
Baca Juga: Lapangan Kerja AS Naik 119.000 di September, Tapi Pengangguran Juga Naik Jadi 4,4%
Meskipun euforia terasa di pasar saham global pada Kamis (20/11/2025), kinerja positif Nvidia dinilai belum cukup meredakan kekhawatiran bahwa saham-saham teknologi berharga tinggi bisa kembali “mendarat” di bumi, terutama di tengah keraguan apakah belanja besar-besaran untuk AI benar-benar akan memberikan imbal hasil.
Saham global telah melemah hampir 3% sepanjang bulan ini berpotensi menjadi penurunan bulanan terbesar sejak Maret sebagian akibat kekhawatiran bahwa reli saham teknologi terjadi terlalu cepat dan terlalu tinggi.
“Sentimen negatif terhadap sektor teknologi akan terus berlanjut dan tiap kuartal kita akan menghadapi kekhawatiran serupa karena pasar mempertanyakan tingkat konsentrasi yang tinggi,” ujar Seema Shah, Chief Global Strategist Principal Global Investors di London.
“Itu tidak akan hilang.”
Shah mengatakan bahwa meski dirinya masih overweight saham AS, ia tetap berhati-hati terhadap risiko konsentrasi dan karena itu mulai melirik saham-saham Eropa.
Baca Juga: Yogyakarta–Melbourne Terhubung: IndoTekno Hidupkan Denyut Seni Pasca Pandemi
Hasil Kinerja Perusahaan AI Sama Pentingnya dengan Data Ekonomi
Investor dan analis menilai bahwa ketika AI berkembang menjadi “mega-trend”, laporan kinerja seperti yang dirilis Nvidia kini sama pentingnya dengan rilis data ekonomi bulanan dalam membentuk pandangan terhadap prospek ekonomi.
Agenda penting berikutnya di kalender pasar mencakup laporan keuangan perusahaan teknologi dan perkembangan penerapan AI secara luas—yang menjadi pembenaran atas lonjakan belanja.
Investor pun perlu bersiap menghadapi perjalanan yang bergejolak.
“Investor memang harus mengkhawatirkan risiko gelembung aset,” kata Mark Haefele, Chief Investment Officer UBS Global Wealth Management, dalam sebuah konferensi pers terkait prospek 2026 pada Kamis.
Baca Juga: Capital Today Beli Saham ByteDance, Valuasinya Mencapai US$ 480 Miliar
Kelompok saham “Magnificent Seven” termasuk Nvidia dan Meta telah melonjak tajam, memicu kekhawatiran soal eksposur pasar yang terlalu besar pada segelintir emiten.
Dalam beberapa hari terakhir, saham teknologi memang menjadi penekan pasar, meski sepanjang tahun masih membukukan kenaikan signifikan.
Rasio price/earnings (P/E) forward sektor teknologi di S&P 500 kini sekitar 30 kali, jauh di atas rata-rata 10 tahun sebesar 22,2 kali.
Demam saham AI ini telah memunculkan perbandingan dengan era gelembung dotcom 1990-an, sementara kekhawatiran juga meningkat terkait utang yang diambil perusahaan teknologi.
Nvidia menghasilkan free cash flow sebesar US$60 miliar dalam 12 bulan terakhir, kata David Trainer, CEO lembaga riset investasi New Constructs, dalam sebuah catatan.
Namun untuk membenarkan harga sahamnya saat ini, Nvidia perlu menghasilkan arus kas tahunan US$2,1 triliun dalam 10 tahun ke depan, katanya.
Pada Rabu, sebelum rilis kinerja Nvidia, Amundi manajer aset terbesar di Eropa mengatakan pihaknya underweight saham megacap.
Meski tidak menjual saham-saham tersebut di sebagian besar portofolio, Amundi melakukan lindung nilai menggunakan derivatif yang memberikan opsi untuk menjual, kata CIO Amundi, Vincent Mortier.
Baca Juga: Filipina Geger! Presiden Ferdinand Marcos Jr Dituduh Gunakan Narkoba
Shah dari Principal Global menambahkan bahwa dirinya kini melihat peluang di Eropa.
“Eksposur Eropa terhadap sektor teknologi lebih rendah, sehingga menjadi cara yang baik untuk diversifikasi terhadap risiko konsentrasi,” ujarnya.













