Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Korea Selatan tengah menghadapi krisis politik terburuk dalam beberapa dekade terakhir setelah parlemen negara itu memakzulkan Perdana Menteri Han Duck-soo, yang bertindak sebagai presiden sementara sejak Presiden Yoon Suk Yeol dimakzulkan pada 14 Desember lalu.
Langkah ini semakin menjerumuskan negara ke dalam ketidakpastian politik yang mendalam.
Kronologi Impeachment
Han Duck-soo dipecat dari jabatannya sebagai presiden sementara pada Jumat, hanya dua minggu setelah Presiden Yoon ditangguhkan atas deklarasi darurat militer yang berlangsung singkat pada 3 Desember. Deklarasi tersebut menuai kecaman luas, baik di dalam maupun luar negeri, karena dinilai melampaui kewenangan konstitusional presiden.
Baca Juga: Korea Selatan Memakzulkan Dua Presiden dalam Kurun Waktu Dua Minggu
Keputusan untuk memakzulkan Han dipimpin oleh partai oposisi yang memiliki mayoritas di parlemen. Han dituduh menolak mengisi tiga posisi hakim di Mahkamah Konstitusi, sebuah langkah yang dianggap menghambat proses hukum terhadap Yoon.
"Demi menghindari kekacauan lebih lanjut, saya akan menghormati hukum dan menyerahkan tugas saya," ujar Han Duck-soo.
Sementara itu, parlemen, melalui Speaker Woo Won-shik, menyatakan bahwa mayoritas sederhana sudah cukup untuk memakzulkan perdana menteri. Namun, partai pemerintah, People Power Party (PPP), menyebut keputusan itu tidak sah dan telah mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi.
Dampak Ekonomi
Krisis politik ini telah mengirimkan gelombang kejutan ke perekonomian Korea Selatan, ekonomi terbesar keempat di Asia. Nilai tukar won melemah, mencapai titik terendah dalam lebih dari 15 tahun. Para analis memperingatkan bahwa jika ketidakpastian ini berlanjut, ekonomi Korea Selatan dapat menghadapi dampak serupa dengan krisis keuangan Asia akhir 1990-an.
Baca Juga: Krisis Politik: Parlemen Korea Selatan Pecat Presiden Sementara Han Duck-soo
"Krisis ini bisa menjadi salah satu ancaman terbesar bagi stabilitas ekonomi negara," kata Shin Yul, profesor ilmu politik di Universitas Myongji.
Sementara itu, Menteri Keuangan Choi Sang-mok, yang kini menjabat sebagai presiden sementara, telah menggelar rapat Dewan Keamanan Nasional untuk memastikan stabilitas negara. Choi juga menyerukan kesiapan militer terhadap kemungkinan provokasi dari Korea Utara.
Mahkamah Konstitusi dan Proses Hukum
Mahkamah Konstitusi kini memegang peran sentral dalam menentukan masa depan politik Korea Selatan. Sidang pertama mengenai impeachment Presiden Yoon digelar pada hari yang sama dengan pemakzulan Han. Mahkamah memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah Yoon akan diberhentikan secara permanen atau dikembalikan ke jabatannya.
Jika Yoon diberhentikan, Korea Selatan harus menggelar pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari.
Dukungan publik terhadap pemakzulan Yoon sangat tinggi. Sebuah survei menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Korea Selatan setuju dengan langkah parlemen untuk mencopot presiden setelah deklarasi darurat militer yang kontroversial.
Baca Juga: Presiden Yoon Abaikan Panggilan Kedua dari Jaksa Terkait Darurat Militer di Korsel
Krisis Terburuk Sejak 1987
Krisis politik saat ini mengingatkan pada tahun 1987, ketika protes besar-besaran memaksa pemerintah militer saat itu untuk mengadopsi sistem pemilihan presiden langsung. Namun, kali ini situasinya lebih kompleks karena melibatkan institusi demokrasi yang kini terpolarisasi.
Presiden Yoon mengejutkan negara dengan mengumumkan darurat militer dalam upaya mengatasi kebuntuan politik dan "membersihkan kekuatan anti-negara." Namun, langkah ini hanya bertahan enam jam sebelum ditarik kembali di tengah kecaman luas.
Yonhap News melaporkan: Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun telah didakwa sebagai bagian dari penyelidikan insurrection, menjadi pejabat pertama yang diadili atas dugaan pengkhianatan.