Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – SEOUL. Kandidat dari Partai Demokrat Korea, Lee Jae-myung, diproyeksikan menang telak dalam pemilihan presiden mendadak Korea Selatan yang digelar Selasa (3/6), menurut sejumlah exit poll.
Kemenangan ini menandai perubahan besar dalam lanskap politik Negeri Ginseng, menyusul lengsernya Presiden Yoon Suk Yeol akibat dekrit darurat militer yang kontroversial.
Survei bersama dari stasiun televisi KBS, MBC, dan SBS menunjukkan Lee unggul 51,7% dibanding lawan konservatifnya, Kim Moon-soo, yang memperoleh 39,3%.
Baca Juga: Nonton Drakor Good Boy Subtitle Indonesia Dibintangi Park Bo Gum, Ini Sinopsisnya
Sementara itu, exit poll dari JTBC memperlihatkan hasil serupa dengan selisih kemenangan Lee sekitar 11 poin persentase. Reuters belum dapat memverifikasi hasil survei tersebut secara independen.
Pemilu ini berlangsung setelah Yoon Suk Yeol resmi dimakzulkan oleh parlemen pada Desember dan diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi pada 4 April lalu.
Yoon yang baru menjabat kurang dari tiga tahun, didepak karena mengeluarkan dekrit darurat militer pada 3 Desember 2024.
"Ini adalah hari penghakiman terhadap rezim pemberontak," tegas Lee dalam kampanyenya.
Baca Juga: Warga Korea Selatan Memilih Presiden, Berharap Stabilitas Pulih Pasca Darurat Militer
Harapan Baru Pasca Krisis
Lebih dari 80% dari 44,39 juta pemilih terdaftar menggunakan hak suaranya.
Masyarakat berharap pemimpin baru dapat menata kembali negara yang terbelah secara politik, sekaligus menghidupkan kembali perekonomian Korea Selatan yang terpukul akibat kebijakan proteksionis mitra dagang utama seperti Amerika Serikat.
Jika prediksi exit poll benar, Lee akan langsung dilantik begitu Komisi Pemilihan Nasional menyatakan hasil resmi pada Rabu (4/6). Tidak akan ada masa transisi, karena kursi presiden telah kosong sejak Yoon diberhentikan.
"Saya harap masalah seputar darurat militer diselesaikan dengan lebih jernih dan transparan," kata Kim Yong-hyun (40), warga Seoul.
Park Chan-dae, pemimpin sementara Partai Demokrat Korea, mengatakan kepada KBS bahwa pihaknya masih menunggu hasil resmi, namun exit poll menunjukkan bahwa rakyat telah "memberikan vonis keras terhadap rezim insurrektionis."
Baca Juga: Kurir Pengiriman di Korea Selatan Hentikan Layanan Sementara untuk Pemungutan Suara
Tantangan Berat dan Polarisasi
Presiden terpilih akan menghadapi tantangan besar: masyarakat yang makin terbelah sejak krisis politik akhir tahun lalu dan ekonomi ekspor Korea yang goyah akibat gejolak global.
Lee dan Kim sama-sama menjanjikan perubahan sistem politik dan ekonomi, namun pendekatan mereka berbeda.
Lee menekankan keadilan sosial dan bantuan untuk kelompok berpendapatan menengah ke bawah, sedangkan Kim fokus pada deregulasi dan insentif bagi dunia usaha.
Namun, upaya darurat militer oleh Yoon menjadi isu utama yang membayangi pemilu ini.
Kim Moon-soo, mantan Menteri Tenaga Kerja di kabinet Yoon, menyerang Lee dan menyebutnya "diktator" serta menyebut Partai Demokrat sebagai "monster politik."
"Ekonomi sangat memburuk sejak 3 Desember, dan masyarakat menjadi sangat terpolarisasi," ujar Kim Kwang-ma (81), warga lansia di Seoul.
"Saya harap kita bisa bersatu kembali demi kemajuan Korea."
Baca Juga: Siapa pun Presidennya, Industri Kripto Korea Selatan Dipastikan Menang
Minim Isu Gender, Tanpa Kandidat Perempuan
Untuk pertama kalinya dalam 18 tahun, tidak ada kandidat perempuan dalam pemilu presiden Korea Selatan.
Isu kesetaraan gender pun nyaris tidak muncul dalam kampanye, kontras dengan pemilu 2022 yang penuh perdebatan soal gender.
"Saya kecewa isu perempuan dan kelompok minoritas tidak menjadi prioritas," kata Kwon Seo-hyun (18), pemilih pemula yang ikut turun ke jalan dalam aksi anti-Yoon.