kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.980.000   15.000   0,76%
  • USD/IDR 16.810   20,00   0,12%
  • IDX 6.446   7,70   0,12%
  • KOMPAS100 927   0,91   0,10%
  • LQ45 722   -0,90   -0,12%
  • ISSI 206   1,64   0,80%
  • IDX30 375   -0,74   -0,20%
  • IDXHIDIV20 453   -1,23   -0,27%
  • IDX80 105   0,08   0,08%
  • IDXV30 111   0,28   0,25%
  • IDXQ30 123   -0,06   -0,05%

Lima Cara China Menjerat Amerika, Paman Sam Terpojok!


Senin, 21 April 2025 / 18:04 WIB
Lima Cara China Menjerat Amerika, Paman Sam Terpojok!
ILUSTRASI. Sejak pergantian abad ke-21, Amerika Serikat mulai melepaskan dominasinya dalam sektor-sektor penting seperti mineral. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: Fox Business | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak pergantian abad ke-21, Amerika Serikat mulai melepaskan dominasinya dalam sektor-sektor penting seperti mineral, membuka pintu bagi produk murah dari China, dan bahkan mengizinkan transfer teknologi demi akses ke pasar China.

Semua ini terjadi sementara Partai Komunis China (PKC) berkembang menjadi pesaing strategis utama Washington.

"China bersikap predator dan terlibat dalam pencurian kekayaan intelektual AS. Tapi cerita sebenarnya adalah kita yang membiarkan hal ini terjadi," ujar Gordon Chang, pakar China dari Gatestone Institute.

Baca Juga: Bukan China! Pemerintah AS Peringatkan Warganya Agar Tak Bepergian ke 2 Negara Ini

Berikut lima momen penting ketika China memanipulasi industri dan pembuat kebijakan AS demi keuntungan ekonominya:

1. Status Most Favored Nation & Masuk ke WTO (1990-an – 2001)

Sepanjang 1990-an, China melobi keras agar hubungan dagangnya dengan AS dinormalisasi. Presiden Bill Clinton dan Kongres akhirnya memberikan status Permanent Normal Trade Relations (PNTR), membuka jalan bagi keanggotaan China dalam World Trade Organization (WTO) pada 2001.

Dengan janji reformasi dan kerja sama, China meyakinkan AS bahwa perdagangan bebas akan membawa nilai-nilai Barat ke dalam sistem komunisnya. Tapi kenyataannya, kebijakan ini justru membuka banjir impor produk murah dari China dan memperluas ketergantungan ekonomi AS.

Pada 2001, impor AS dari China sebesar US$102,3 miliar melonjak jadi US$426,9 miliar pada 2023. Sebaliknya, ekspor AS ke China meningkat dari US$26 miliar menjadi US$147,8 miliar.

Kebijakan ambang bebas bea (de minimis threshold) juga turut memperparah situasi. Pada 2016, batas ini dinaikkan menjadi US$800, memungkinkan produk dari China masuk tanpa pajak dan pengecekan bea cukai formal. Presiden Donald Trump kemudian menutup celah ini untuk produk China.

2. Dominasi Logam Tanah Jarang sebagai Alat Tekanan (2010–sekarang)

AS pernah menjadi pemain utama di industri logam tanah jarang hingga tambang Mountain Pass ditutup tahun 2000. China kini menguasai lebih dari 80% pasar global, berkat biaya tenaga kerja murah, regulasi lingkungan yang longgar, dan dukungan pemerintah.

Pada 2010, China memotong ekspor logam tanah jarang ke Jepang dalam konflik diplomatik, menunjukkan kesediaan Beijing menggunakan dominasinya sebagai senjata geopolitik.

Sejak 2023, China juga membatasi ekspor mineral strategis seperti gallium, germanium, grafit, tungsten dan lainnya yang sangat dibutuhkan AS. Upaya AS untuk menghidupkan kembali industri domestik terhambat oleh proses izin dan regulasi lingkungan yang kompleks.

Baca Juga: Ketegangan Memuncak! China Peringatkan Negara-Negara Jangan Mau Jadi Kuda Troya AS

3. Perang Dagang Trump Pertama (2018–2019)

Pada 2018, Presiden Donald Trump meluncurkan perang dagang terhadap China. Ia menuduh Beijing mencuri kekayaan intelektual dan melakukan transfer teknologi paksa.

Trump mulai dengan tarif 25% untuk baja dan 10% untuk aluminium. China membalas dengan tarif atas produk pertanian AS. Ketegangan meningkat melalui aksi balasan hingga akhirnya pada Januari 2020 dicapai "fase satu" kesepakatan dagang.

China sepakat meningkatkan pembelian produk pertanian dan energi AS, serta berjanji meningkatkan perlindungan hak kekayaan intelektual.

4. Tekanan terhadap Perusahaan AS untuk Mendukung Sikap Beijing

China kerap memanfaatkan besarnya pasar domestik untuk menekan perusahaan AS agar mengikuti kebijakan politiknya. Perusahaan seperti Nike, Disney, Meta, dan NBA pernah ditekan karena dianggap tidak sejalan dengan sikap China terkait Taiwan, Hong Kong, atau etnis Uyghur di Xinjiang.

Pada 2019, China menghentikan siaran NBA dan memutus hubungan dengan Houston Rockets setelah manajer tim menyuarakan dukungan untuk protes demokrasi di Hong Kong.

Seorang mantan karyawan Meta juga mengungkap bahwa perusahaan pernah mengembangkan alat sensor khusus demi mendapat izin beroperasi di China – meski klaim ini dibantah pihak Meta.

5. Transfer Teknologi dan Lisensi demi Masuk ke Pasar China

China mewajibkan perusahaan asing untuk melakukan transfer teknologi atau membentuk usaha patungan (joint venture) sebagai syarat masuk pasar. Banyak perusahaan AS patuh, tergoda oleh potensi besar pasar China.

Namun praktik ini membuat China meraup keuntungan besar dalam bentuk teknologi, sementara daya saing inovasi dan kekayaan intelektual AS justru melemah.

Menurut laporan 2018 dari Kantor Perwakilan Dagang AS, pencurian kekayaan intelektual oleh China mengakibatkan kerugian tahunan antara US$225 miliar hingga US$600 miliar bagi AS.

Selanjutnya: Kompak Bagikan Dividen, Simak Rekomendasi Emiten Prajogo Pangestu PTRO dan CUAN

Menarik Dibaca: Tembus 6 Juta Penonton, Film Jumbo Beri Inspirasi Banyak Anak



TERBARU

[X]
×