Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Pemerintah Malaysia menegaskan akan tetap mempertahankan larangan ekspor mineral tanah jarang (rare earths) dalam bentuk mentah, meskipun baru saja menandatangani kesepakatan kerja sama mineral kritis dengan Amerika Serikat pekan ini.
Menteri Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia Tengku Zafrul Aziz mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan melindungi sumber daya nasional dan memastikan nilai tambah ekonomi tetap di dalam negeri.
Baca Juga: Deloitte: Tarif Impor AS Berpotensi Naikkan Biaya dan Tunda Proyek Migas hingga 2026
Berbicara di hadapan parlemen, Tengku Zafrul membantah tudingan bahwa Malaysia akan membuka kembali ekspor mineral tanah jarang ke Amerika Serikat (AS) demi keuntungan jangka pendek atau kepentingan strategis tertentu.
“Kami tidak ingin lagi menjadi negara yang hanya menggali dan mengekspor bahan mentah murah seperti di masa lalu,” ujar Tengku Zafrul, Rabu (29/10/2025).
Ia menegaskan, Malaysia akan mendorong investasi asing dan alih teknologi untuk pengembangan serta pemrosesan mineral tanah jarang di dalam negeri.
“Kebijakan kami bukan untuk menutup perdagangan selamanya. Tujuannya adalah mencegah ekspor bahan mentah murah agar nilai tambahnya tetap dinikmati di Malaysia,” tambahnya.
Baca Juga: Trump Beri Tarif Nol Persen untuk Produk Sawit, Karet, dan Kakao Malaysia
Pemerintah memperkirakan Malaysia memiliki sekitar 16,1 juta metrik ton cadangan tanah jarang, namun saat ini masih kekurangan teknologi untuk melakukan penambangan dan pengolahan secara mandiri.
Mineral tanah jarang merupakan komponen penting bagi industri kendaraan listrik, semikonduktor, hingga sistem persenjataan modern.
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa Malaysia tengah berunding dengan China terkait pembangunan fasilitas pengolahan mineral tanah jarang.
Dana investasi milik negara, Khazanah Nasional, disebut akan bekerja sama dengan perusahaan asal China untuk membangun kilang pemurnian di Malaysia.
Di sisi lain, AS juga menandatangani kesepakatan terpisah dengan Malaysia dan Thailand saat kunjungan Presiden Donald Trump ke Kuala Lumpur pada Minggu (26/10), dalam upaya memperkuat dan mendiversifikasi rantai pasok mineral kritis di tengah rivalitas geopolitik dengan China.
Baca Juga: Ekonomi Malaysia Tumbuh 5,2% di Kuartal III-2025, Didukung Konsumsi Domestik
Menurut pernyataan bersama AS–Malaysia, kedua negara sepakat untuk tidak memberlakukan larangan atau kuota ekspor mineral kritis dan unsur tanah jarang ke Amerika Serikat. Namun, Tengku Zafrul menegaskan, kebijakan nasional tetap menutup ekspor bahan mentah tanpa nilai tambah.













